Selain itu, melansir dari berbagai situs otomotif, kendaraan yang dipakai Pak Anto diproduksi oleh produsen Jepang ini, secara umum memiliki transmisi manual dengan bahan bakar solar berkapasitas 2000cc.
Meski di samping itu, menurut Pak Anto mobil Bison tersebut cukup sulit dalam berkendara saat memuat pasir, dan juga penggunaan bahan bakar yang saat ini di daerahnya mencapai Rp9 ribu per liter.
Pak Anto bercerita panjang bagaimana mobil Isuzu Bison manual tersebut menemani untuk menghidupi seorang istri dan tiga anak.
"Seorang istri, anak yang pertama kelas 2 SMA, yang kedua kelas 6 SD, (dan) yang paling kecil (berumur) 2 tahun," katanya.
Dia menceritakan pendapatan bersihnya dari penjualan pasir mencapai Rp100 ribuan yang terkadang berkerja dari pagi sampai jam 6 sore.
Dan itu tidak mulus begitu saja, keadaan cuaca seperti menjadi penghalang bagi mereka dalam mencari nafkah apalagi kalau sampai banjir.
Hal itu menyebabkan mereka tidak bisa berkerja karena kedalaman air sungai mempengaruhi mudahnya menjangkau pasir.
"Kalau banjir cemana mau nyari (mengeruk), airnya tinggi kan gitu," jelasnya.
Sebelum menjadi supas ternyata Pak Anto tidak langsung bergelut menjadi supir.
Ia meringkas pengalaman hidupnya dimulai dari Kernet pengangkut pasir dengan tenaganya, dengan resiko yang mungkin bisa saja terjadi.
"Ya terus terang aja, pertamanya ya aku jadi kernet. Waktu itu aku sudah tamat STM, dan digaji 15 ribu pak. Kalau kita tidak ahli, tangan kita bisa terpelintir, kaki bisa kena sekop," jawab Pak Anto.
Namun begitu ia ambil enteng dari perjalanan hidupnya bersama mobil, dan rekan-rekannya seprofesi.
"Tapi semuanya banyak lucunya (bahagia). Kadang sama kawan seloroh gitu, saling berbagi kesenangan." Pungkas Pak Anto.
Seloroh menjadi sesuatu yang kerap diterapkan bagi Pak Anto dan rekannya untuk berbagi kesenangan di bantaran sungai tempat mereka mencari rupiah.(Mukhtar Habib)