“Bagaimana kami berjualan dengan bangunan 4m x 4m. Lokasi parkiran tidak ada. Kamar mandi hanya 1. Apa mungkin pembangunan seperti itu wajar disebut sebagai pembangunan destinasi. Tamu saya di sini, apa mesti jauh seratusan meter ke sana untuk buang air kecil saja,” jelas sejumlah pemilik bangunan senada memprotes.
“Lebih kecewa lagi ketika selama ini masyarakat desa Tongging mengeluh dan kecewa karena pembangunan ke Tongging dinilai kurang. Akibat minimnya pembunganan selama ini ke Tongging membuat banyak masyarakat berontak dan mengancam akan pindah dari Karo ke Kabupaten Simalungun atau ke Dairi. Tapi begitu anggaran cukup besar mencapai puluhan miliar dialokasikan dari pusat ke Tongging, sebagian masyarakatnya bertingkah dan menolak pembangunan.
Alasannya saya mengatakan demikian karena, bangunan sebagian masyarakat yang semula tenda-tenda biru dan berlanjut secara diam-diam bangunan permanen tidak bersedia dibongkar. Padahal pembangunan itu untuk masyarakat luas dan umumnya untuk masyarakat desa Tongging.
Sejumlah masyarakat pemilik bangunan di bibir pantai Tongging dikonfirmasi wartawan, Kamis (31/1) di Tongging prihal penolakan pembungunan itu membantah. Kami bukan menolak pembangunan di Tongging. Tapi pembangunan itu tidak merugikan kami. (R-jp)