Dijelaskan penasehat hukum PTPN2 tersebut, strategi yang diterapkan pihak luar dalam upaya merebut aset negara (PTPN2) tergolong cukup licik. Diawal mereka diduga merekayasa sejumlah berkas-berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya sebagai dasar ajukan gugatan.
"Menarik dan menghimpun orang untuk menjadi anggota yang ikut menggugat. Dan untuk lebih menyakinkan perjuangannya mereka menggandeng organisasi petani HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) untuk munculkan kesan seolah ini perjuangan kaum petani,"ungkap Hasrul
Padahal yang ada di balik itu, sebut Hasrul, diduga adalah oknum-oknum mafia tanah yang selama ini mengobok-obok lahan HGU PTPN2 yang berada di lokasi strategis.
Beberapa hari sebelumnya pihak PTPN2 menolak rencana Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang akan melakukan eksekusi dan pencocokan objek perkara (konstatering) dan memvalidasi atas lahan Afdeling III Penara, Kebun Tanjung Garbus.
Disebutkan, objek perkara adalah tanah eks PTP IX namun anehnya tanah yang akan dijadikan objek eksekusi adalah tanah eks PTP II/PNP II. Selain itu PTPN2 juga menilai bahwa surat-surat yang digunakan oleh penggugat di PN Lubuk Pakam tersebut diduga palsu atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
"Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat” jelas Hasrul Benny Harahap.
"Kami telah buat laporan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana di Polda Sumut. Termasuk proses penyelidikan tindak pidana korupsi di Pidsus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan perlawanan atas penetapan eksekusi (verzet)," tutup Hasrul Benny.(ZUL)