Sementara obyek ganti rugi berupa tanah, bangunan, tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk pembangunan tapak penyangga (tapak tower) dan tanah, bangunan, tumbuh-tumbuhan yang sebagian atau seluruhnya berada di sekitar luar maupun dalam Ruang Bebas dari pengaruh konduktor SUTT/SUTET yang berada pada 12 kecamatan dan 30 desa.
Permasalahan ganti rugi dan kompensasi yang belum dibayarkan Kepada masyarakat,
sesuai keterangan Suhaimi Akbar, konstruksi transmisi SUTT/SUTET 150 KV milik PT PLN (Persero) UIP II Sumut dibangun sejak tahun 1992 sepanjang 12 kecamatan dan 30 desa di Langkat.
Pembayaran ganti rugi tahun 1992 lalu hanya ganti rugi untuk tanaman dan bangunan saja, sedangkan ganti rugi tanah (jual beli) hanya untuk lokasi tapak tower berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992.
Masyarakat yang bersangkutan dapat menerima dan menghormati proses ganti rugi tersebut karena sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992.
Selanjutnya Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tersebut dicabut dengan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 975 K/47/MPE/1999 yang memberikan kompensasi tidak hanya bangunan dan tanamana melainkan juga tanah yang berada dibawah ruang bebas SUTT/SUTET (bukan pembayaran ganti rugi melainkan kompensasi karena tidak ada pelepasan atau jual beli atas tanah tersebut).
Tahun 2016, PT PLN (Persero) UIP II Sumut melakukan kegiatan perawatan jalur jaringan transmisi SUTET dengan cara menebang, memotong dan mencabut pohon-pohon produksi milik masyarakat yang berada di bawah jaringan SUTET 150 KV, namun belum dilakukan penyelesaian pembayaran kompensasinya.
Permasalahan pemotongan 'uang ganti rugi kompensasi' kepada masyarakat,
sesuai keterangan Suhaimi Akbar, pemotongan 'uang ganti rugi kompensasi' tidak lepas dari keterlibatan LBHN DKI Jakarta yang diawali adanya suatu pertemuan dengan Lurah Tangkahan Durian (Liliana Manurung) serta keterlibatan mantan Camat Brandan Barat sebagai “marketing” dari LBHN DKI Jakarta.