Pada saat ini, Prof. Mury menjelaskan, transformasi partai politik ke digital perlu dilakukan karena pengguna internet di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Karena tingginya pengguna internet di Indonesia maka secara otomatis ruang publik berubah menjadi digital space. Akibat perubahan itu, maka partai politik harus berani melakukan inovasi dan kreativitas.
“Data dan informasi yang sangat mudah diolah menggunakan artificial intelligence, menyebabkan borderless antarnegara berada di depan mata kita. Namun, ketika partai politik tidak cepat merespons perubahan manual menjadi digital dalam organisasinya maka terciptalah sebuah ironi. Ironi yang menggambarkan suatu situasi ketika dunia dihadapkan pada disrupsi teknologi yang menuntut partai politik menjadi turbin penggerak untuk menghasilkan pemimpin untuk merespons perubahan yang cepat dan mendadak, tetapi partai politik masih mempertahankan cara analog yang sudah sangat usang,” katanya.
Ditegaskanya, partai digital tidak sekadar menggunakan platform digital, namun diperlukan digital value yang utuh, yaitu mengutamakan transparansi, disintermediasi, interaktif, adaptif, dan responsif. Karakter utama dari partai digital adalah partisipasi seluruh anggota partai dan masyarakat terutama para pemilih. Dengan demikian, partai politik yang agile, menjadi penting sebagai prasyarat transformasi menuju partai digital.
“Langkah yang dilakukan partai untuk bertransformasi ke digital, pertama, partai politik perlu memperkuat basis operasional dari ideologinya. Kedua karakter kepemimpinan yang hyperleader, yaitu karakter pemimpin yang memiliki semangat kuat untuk menjadi representasi partai yang tidak alergi beradaptasi ketika terjadi perubahan yang sulit diprediksi,” katanya.
Ketiga, imbuhnya, mengutamakan pendekatan voters-centric. Para pemilih memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan partai politik. Para elit dan pengurus partai perlu membebaskan dirinya dari first low of organization gravity, yaitu situasi yang membuat orang-orang di dalam organisasi menghindari pertemuan dengan voters secara langsung.
“Keempat, adalah investasi membangun sumber daya agar memiliki mega shift skill yang cepat ketika terjadi perubahan kebutuhan di lingkungan masyarakat. Menemukan solusi dari masalah yang terjadi khususnya di basis konstituen partai politik,” ujarnya.
Pada akhir pidatonya, Prof. Muryanto Amin, menggarisbawahi bahwa transformasi partai politik menjadi organisasi partai di era digital, tidak hanya diperlukan untuk memberi penguatan kelembagaan partai menjalankan fungsinya dalam memperkuat demkorasi di Indonesia. Tapi lebih dari itu, partai politik akan memiliki paradigma baru untuk menjawab tantangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.
“Partai politik yang memiliki paradigma baru akan lebih transparan dan mampu mengelola partisipasi politik masyarakat yang jauh lebih besar dengan jangkauan yang lebih luas. Sebagai organisasi non negara sekaligus non profit, partai politik sangat sulit mengabaikan penggunaan teknologi serta penguasaan kapasitas digital. Partai politik yang mampu bertransformasi menjadi organisasi partai yang mengelola digital space sebagai bentuk demokrasi dan kekuasaan baru di dunia yang cepat berubah dan sulit diprediksi, maka akan menjadi best practices pembelajaran bagi anak bangsa,” ujar Prof. Muryanto Amin.
Profil