Labura - Realitasonline.id| Nurhaida Lubis (62) anggota petani Desa Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu Labuhanbatu Utara keluhkan masalah lahan pertanian yang dikelola petani Sukarame.
Kini lahan itu telah dirusak dan diambil alih PT Sawita Ledong Prima yang mengubah nama menjadi KPH KPLS (Karya Prima Ledong Sejahtera).
Nurhaida Lubis berusaha keras agar dapat bertemu dan berbincang dengan Bapak Presiden RI Joko Widodo saat di alun-alun Kota Aekkanopan Labuhanbatu Utara pada 17 Mei 2023 lalu.
Baca Juga: Hari ke-30 Operasional Penyelenggaraan Haji: 191.208 Jamaah Telah Tiba di Tanah Suci
Lasma selaku Aktifis yang selalu ikut serta menyuarakan pembelaan masyarakat petani Sukarame pemilik lahan pertanian tersebut tetap berjuang memohon kepada pihak terkait agar lebih memperhatikan dan diberi solusi kepastian hukum atas keterlanjuran memasuki kawasan hutan.
Masalah petani ini pun sudah sampai ke tingkat propinsi dan pusat bahkan Presiden.
Lasma dan Tagor Tampubolon saat di temui di ruang rapat kantor Camat Kualuh Hulu kemarin menjelaskan kasus tersebut sudah berlangsung lama, bahkan petani sudah ada yang meninggal dunia di lokasi perladangannya pada tahun 2010 akibat kekerasan yang dilakukan PT Sawita untuk mengusir para petani.
Baca Juga: Bilah Plantindo Negeri Lama Siram Jalan Desa Kampung Bilah Penuh Abu
PT Sawita Leidong Jaya diduga pelaku perambahan lahan dimulai tahun 1996 setelah mendapat ijin prinsip lokasi dari Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu.
Ijin itu kemudian diperpanjang di tahun 1998 dan izin prinsip tersebut sudah berakhir di tahun 1999, namun tetap dikelolah PT Sawita hingga saat ini.
Padahal, warga atau petani mengklaim mereka lah pengelolah lahan terlebih dahulu dan memiliki surat SKT dari Desa dan Camat pada tahun 1994 - 2005.
Baca Juga: Alamak! 34 Puskesmas dan RSUD Di Deli Serdang Simpan Ribuan Kilogram Obat Kadaluarsa
Pengelolaan areal awalnya atas kerjasama dengan ijin pemerintah desa dan kecamatan, sebab saat itu masih satu kabupaten dengan Labuhanbatu, lahan masih keadaan hutan.
Kelompok masyarakat diketuai oleh Guru Mabin Siagian yang dulunya di panggil Tuan Guru. Tuan Guru dihunjuk pemerintahan desa untuk membuka lahan hutan menjadi lahan pertanian.