Senin malam, 13 November 2023 lalu, sebagaimana diceritakan oleh Catur Sihotang, penduduk Desa Siparmahan, merupakan malam yang mencekam bagi masyarakat di sana, hujan deras turun sejak sore hingga malam pukul delapan.
Baca Juga: Berkat Program Pemberdayaan BRI, Perajin Batu Paras Taro di Bali Berkembang Pesat
Setelah berlangsung 2 jam arus sungai binanga Godang dan Binanga Sitio-Tio yang semakin melebar dan deras.
Melihat arus sungai yang semakin meluap ke mana-mana, warga berupaya menyelamatkan diri ke tempat-tempat yang lebih aman.
Sebagian besar berangkat naik kapal ke Pantu Batu, pulau di seberangnya, sementara yang lain mencari perlindungan di Sopo Godang Sihotang.
Semua berusaha menyelamatkan diri dan keluarganya. Namun, sayangnya, Ibu Rosmawati Habeahan berusia 65 tahun, tidak ditemukan hingga tulisan ini dibuat.
Keluarga dan warga sekitar telah berupaya mencarinya hingga Selasa sore, namun korban belum ditemukan.
Salah satu anak Ibu Rosmawati Habeahaan, Pak Dedi Sihotang, yang datang dari Sidikalang menyampaikan kesedihannya.
Setelah mendengar kabar ibunda tercintanya tidak ditemukan paska banjir bandang di kampungnya, dia langsung beranjak dari Sidikalang.
Banjir bandang atau dalam bahasa lokal disebut surpu, mengakibatkan dampak kerusakan yang luar biasa di wilayah tersebut.
Selain rasa takut dan trauma, kerugian secara ekonomi juga cukup besar, hamparan ladang dan sawah tertimbun material lumpur dan batu, banyak peralatan pertanian seperti mesin traktor, genset, lemari, mesin pompa, dan sejumlah perhiasan rusak dan hilang terbawa arus.
Banjir bandang sudah terjadi beberapa kali dalam sepuluh tahun terakhir di wilayah ini, namun kali ini tidak hanya merusak Desa Sihotang, tetapi juga melibatkan empat desa lainnya, yaitu Desa Simarsoit Toba, Desa Hariarapohan, Desa Parmahanan, dan Desa Dolok Raja.
Diperkirakan 80% lahan pertanian di Sihotang rusak dan terbawa arus sungai, termasuk lahan yang siap untuk menanam padi, yang kini tertimbun pasir, batu, dan potongan kayu.