Realitasonline.id - DELISERDANG | Ada hal baru pada penyelenggaraan STQH XIX tingkat Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang baru lalu.
Selain cabang baru Karya Tulis Ilmiah Hadits (KTIH) yang diperlombakan, ternyata ada yang baru dari cabang Hafalan Hadis sejak digulirkan lima tahun silam.
Ketua Dewan Hakim STQH XIX Sumut 2025 untuk cabang Hafalan Hadis, Prof Nawir Yuslim menjelaskan setidaknya hampir 60 peserta putra putri dari dua katagori yakni 100 hadis dengan syarah (tafsir) dan 500 hadis tanpa syarah, yang ikut berasal dari berbagai daerah dan usia remaja hingga dewasa.
Baca Juga: STQH Tingkat Provinsi Sumatera Utara 2025 Perlombakan Cabang Baru
Dari pengalaman pelaksanaan STQH yang telah berlangsung sejak 2019, 2021 dan 2023 ini, baru tahun ini ada perlombaan Hafalan Hadis dengan syarah atau penjelasan (syarah).
Sehingga peserta yang ikut, tidak sekadar menghafal, tetapi mampu memberikan pemahaman mendalam tentang pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
“Ya, pada tahun ini kita tambah (hafalan Hadis) dengan syarah atau tafsir. Jadi ada uraian isi dari hadits. Dan ini menjadi dorongan semangat agar anak-anak memahaminya dengan baik,” ujar Nawir didampingi dewan hakim Salman Abdullah Tanjung dan Thohir Ritonga kemarin.
Sebagai sumber hukum dalam Islam setelah Alquran lanjut Nawir, Hadis menurutnya juga penting digaungkan sebagai petunjuk dalam kehidupan.
Baca Juga: Kantah Padangsidimpuan Ambil Sumpah Kepada Pemohon Pergantian Sertifikat Hilang
Mengingat keutamannya, karena berisi ajaran tauhid dan akidah. Terutama tentang akhlak, sebagaimana tuntutan Rasulullah Muhammad SAW.
“Jadi hadis itu sifat dan perannya itu Bayyan, atau penjelas terhadap Alquran. Maka mengatur secara operasional dan rinci, baik itu tata cara ibadah hingga pergaulan dengan sesama manusia. Itu kita temukan di dalam hadis, dimana ini sangat membantu sekali untuk membina akhlak remaja kita. Disamping juga doa-doa, serta rincian akidah dan ibadah,” jelas Nawir.
Sehingga dengan lomba ini lanjut Nawir, peserta tidak hanya sekadar menghafal hadis saja, tetapi juga harus mampu mensyarah.
Artinya para generasi muda ini harus sudah memahami maknanya, selain dari amalan zikir dan doa.
“Mereka (peserta) memahami pesan-pesan itu (hadis). Hingga bisa menjelaskan ketika ditanya tentang pemaknaan. Bahkan bisa mejelaskan (mensyarah) dalam konteks kekinian,” jelas Nawir.