BLANGPIDIE - realitasonline.id| Batu pertama tanda dimulainya Pembangunan gedung baru Mahkamah Syar’iyah (MS) Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Jumat (22/7) mulai diletakkan. Proses itu dihadiri langsung oleh Bupati Abdya, Akmal Ibrahim, Kepala Biro Perencanaan Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI, H Sahwan, SH MH, Ketua MS Aceh Drs H Zulkifli Yus MH, Ketua MS Blangpidie, Amrin Salim, unsur forum komunikasi pimpinan kabupaten (Forkompimkab), Sekda Salman Alfarisi serta sejumlah pejabat daerah lainnya.
Kepala Biro Perencanaan Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung RI, H Sahwan, SH MH mengatakan, rencananya pembangunan gedung baru MS Blangpidie untuk tahun ini mencapai target 100 persen. Namun seiring berjalannya waktu, ada kebijakan pemerintah terkait pencadangan anggaran, sehingga target pembangunannya hanya mencapai 80 persen ditahun ini. Sedangkan sisanya sebanyak 20 persen akan dilanjutkan di tahun 2023 mendatang.
“Ada kebijakan pemerintah yakni pencadangan anggaran sehingga target pembangunannya menjadi 80 persen ditahun ini, sisanya sekitar 20 persen dilanjutkan ditahun mendatang. Total anggaran pembangunannya sekitar Rp.39 miliar lebih,” ujarnya.
Ucapan terimakasih juga disampaikannya kepada Bupati Abdya, Akmal Ibrahim serta jajaran di Pemkab Abdya yang telah menyediakan lahan untuk jadikan lokasi pembangunan gedung baru MS Blangpidie yang mencapai 11.000 meter lebih. Paling penting dia mengajak seluruh kalangan masyarakat Abdya untuk mengawal proses pembangunan MS Blangpidie, sehingga dapat menghasilkan gedung yang memiliki mutu dan kualitas terbaik serta selesai tepat waktu.
Hal serupa juga disampaikan Ketua MS Aceh, Drs H Zulkifli Yus MH atas bantuan dan dukungan Pemkab Abdya sehingga bisa dilakukan pembangunan gedung baru MS Blangpidie.
“Apresiasi kepada Bupati dan jajarannya juga DPRK yang telah memberikan tanah untuk pembangunan gedung MS ini dan tentunya hal ini tercapai juga bentuk dukungan dari Mahkamah Agung RI (MA),” sebutnya.
Upaya pembangunan gedung baru MS Blangpidie ini semata-mata untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Apalagi di Aceh, selain banyak menangani masalah hukum perdata, juga banyak persoalan hukum keluarga, muamalah dan jinayah, sehingga kehadiran gedung yang representatif sangatlah diperlukan untuk memaksimalkan pelayanan.
