Realitasonline.id - Abdya | Tradisi Tolak bala bagi kalangan masyarakat Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, bukanlah sebuah hal yang asing maupun tabu. Dalam tradisi ini, prosesi tolak bala sering diperingati pada malam Rabu terakhir di Bulan Safar dalam kalender Hijriyah.
Rabu terakhir di bulan Safar atau lebih akrab disebut 'Rabu Abeh' dalam bahasa Aceh tergolong sakral, karena dianggap mampu menangkal segala macam marabahaya. Dimana, sejumlah warga menggelar tradisi turun-temurun itu dengan mengadakan pawai obor sembari melantukan ya latiful lam Tazal hingga membuang obor tersebut ke pantai pesisir lautan. Sebagiannya lagi ada yang membawa lidi sambil memecut-mecut kepinggir jalan yang dilalui.
Tolak bala menjadi upaya tersendiri bagi warga setempat dalam menangkal segala jenis penyakit. Tolak bala ini juga boleh dikatakan untuk mengusir wabah penyakit yang datang.
Baca Juga: Sholat Magrib di Masjid, Sepeda Motor Beat Jemaah Raib Dicuri Maling
Selain berdoa dan berdzikir pada malam rabu tersebut, tradisi tolak bala juga diisi keesokan harinya dengan mendatangi tempat-tempat pemandian baik pantai maupun sungai bersama keluarga dan sanak famili lainnya sembari membawa bekal aneka makanan yang sudah dipersiapkan dari rumah masing-masing.
Selain itu, ada juga sebagian warga justru lebih memilih untuk berdoa di lokasi objek wisata tersebut disamping rekreasi bersama keluarga.
Puncak tolak bala ini biasanya dilaksanakan pada hari Rabu terakhir dalam bulan Safar yang merupakan salah satu bulan di dalam kalendar tahun Hijriah. Bulan ini diidentikkan dengan cuaca pancaroba atau suasana yang tidak menentu serta beraura kurang baik terhadap kebugaran fisik maupun psikis yang membuat manusia menjadi rentan oleh ganguan berbagai jenis penyakit sehingga di Aceh sering juga disebut sebagai bulan panas atau buleun seuum dalam bahasa Aceh.
Baca Juga: Terima Audiensi Baznas Kota Medan, Rico Waas Berharap Penerima Dapat Diketahui Pemberi Zakat
“Tolak bala ini menjadi sarana tersendiri bagi warga untuk menangkal dan menjauhkan dari segala wabah penyakit. Dengan doa dan zikir yang dilantunkan, semoga bisa terhindar dari marabahaya, Aamiin,” kata Tgk Alqadri warga Kecamatan Tangan-Tangan kabupaten setempat, Selasa (19/8/2025) malam.
Ditambahkan, bagi sebagian masyarakat Abdya dan Aceh pada umumnya, bulan ini awalnya diidentik sebagai bulan turun bala. Belum lagi berbagai gejala alam yang sangat sulit diprediksi, namun ditenggarai sebagai pengaruh global warning yang memicu semakin seringnya terjadi disharmonisasi alam seperti kebakaran hutan, lahan gambut, banjir, angin kencang dan sebagainya.
Merunut kronologis berdasarkan kajian historis dan pandangan masyarakat tempo dulu, bahwa Rabu Abeh memang diidentik dengan bulan bala, dan harus dilakukan prosesi untuk menghindari malapetaka yang lebih besar dengan melakukan prosesi tulak bala yang dirayakan pada akhir bulan ini.