Realitasonline.id - Medan | Delapan puluh tahun perjalanan kemerdekaan Indonesia anugerah yang patut kita syukuri, sekaligus amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan.
"Sejarah mencatat, kemerdekaan ini tidak hadir sebagai hadiah, melainkan hasil dari perjuangan berdarah-darah para pahlawan yang mengorbankan harta, jiwa, dan raga demi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945," ungkap Sekretaris FPKS DPRD Sumut Abdul Rahim Siregar.
Kemerdekaan itu, katanya, anugerah Allah SWT yang diperoleh melalui ikhtiar panjang bangsa Indonesia. karena itu, 80 tahun merdeka harus dimaknai bukan sekadar sebagai perayaan seremonial, melainkan sebagai momentum refleksi.
Baca Juga: Warga Bireuen Aceh Menyemut Saksikan Karnaval HUT ke 80 Kemerdekaan Indonesia
Menjadi pertanyaan, apakah kita sudah mewujudkan cita-cita proklamasi, apakah kesejahteraan sudah dirasakan rakyat dari Sabang sampai Merauke, apakah bangsa ini benar-benar berdaulat di bidang pangan, energi, politik, ekonomi dan pendidikan.
Perjalanan delapan dekade menunjukkan banyak capaian, tetapi juga masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Ketimpangan sosial-ekonomi masih mencolok antara desa dan kota, Jawa dan luar Jawa. Korupsi dan penyalahgunaan kewenangan masih menjadi musuh bangsa yang menggerogoti kepercayaan publik.
Sementara pendidikan dan kualitas SDM belum sepenuhnya menjawab tantangan revolusi industri dan era digital. Ketahanan pangan dan energi masih rentan oleh guncangan global. Kita patut bersyukur, namun jangan cepat berpuas diri.
Menyikapi pidato Presiden RI ke-8, Sidang Paripurna MPR/DPR/DPD di Senayan Jakarta menegaskan arah bangsa menuju 2045, terlihat dari ketahanan pangan dengan anggaran Rp 164,4 triliun untuk swasembada. Ketahanan energi dengan Rp 402,4 triliun untuk energi baru terbarukan.
Investasi pendidikan sebesar Rp 757,8 triliun, terbesar sepanjang sejarah, sebagai senjata utama mencetak SDM unggul. " Ini cermin keseriusan bangsa, dengan membangun fondasi yang kokoh agar cita-cita kemerdekaan tidak tinggal slogan," ungkapnya.
Presiden dan Kepala Daerah nahkoda yang menentukan arah pembangunan. Integritas, keberanian, dan visi jauh kedepan harus menjadi pegangan. Anggota Dewan wakil rakyat mengawal amanah konstitusi. Legislasi dan pengawasan harus berpihak pada rakyat kecil, bukan pada kepentingan sesaat.
Rektor, dosen, dan guru benteng moral dan intelektual bangsa. Dari ruang kelaslah lahir generasi emas 2045 yang mampu bersaing di panggung dunia. Warisan terbaik bagi generasi penerus, bukan hanya infrastruktur megah atau angka pertumbuhan ekonomi, tetapi akhlak mulia, keadilan sosial, dan kemandirian bangsa.
Menurutnya, perubahan menuju Indonesia Emas 2045 tidak bisa hanya ditopang oleh pemerintah, melainkan oleh kesadaran kolektif seluruh rakyat. Kemerdekaan bukanlah akhir, tetapi awal dari perjuangan panjang membangun peradaban negeri yang kita Cintai. Bung Karno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa para pahlawannya.”(mis)