3) yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Sekalipun memuat dengan 3 syarat perbuatan, namun dengan adanya unsur “sama jenis kelaminnya” menimbulkan kekhawatiran bagi kelompok orientasi seksual yang berbeda, yang tak sedikit juga merupakan wisatawan di Indonesia.
Permasalahan pasal-pasal di atas dalam RKUHP yang mengintrusi ruang privat juga terkait dengan pasal lainnya dalam RKUHP, yaitu Pasal 2 tentang kriminalisasi berdasarkan Hukum yang Hidup di dalam Masyarakat/ Living Law, dengan bunyi:
1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
Dengan pasal ini seseorang dapat dihukum/dipidana atas dasar “hukum yang hidup dalam masyarakat”. Dalam penjelasan RKUHP tersebut, hukum yang hidup di masyarakat akan didasarkan pada Peraturan Daerah yang akan dikompilasikan. Seringkali aturan di masyarakat dan di tingkat daerah mendiskriminsasi kelompok tertentu misanya perempuan dan kelompok minoritas seksual.
Berdasarkan data Komnas Perempuan pada 2018 terdapat 421 Peraturan Daerah diskriminatif terhadap perempuan, yang melarang perempuan untuk tidak keluar pada malam hari atau mengatur cara berpakaian perempuan. Berdasarkan data Arus Pelangi (2018), terdapat 6 kebijakan diskriminatif terhadap kelompok minoritas seksual seperti LGBT.
Masalah-masalah RKUHP di atas berbanding terbalik dengan berhasilnya pembangunan suatu daerah, terutama daerah yang bergantung pada sektor pariwisata. Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling terdampak. Munculnya perdebatan dan ketidakpastian dalam RKUHP tentu saja akan mengakibatkan sektor pariwisata makin menderita.