"Karena dengan adanya Co-firing itu berarti PLTU eksisting disuntik biomassa. Itu bisa kurangi emisi karbon sehingga cita-cita kita di 2060 tetap jalan," kata Satya.
Satya pun memandang saat ini Indonesia sebagai negara berkembang belum mencapai puncak emisi, berdasarkan perhitungan DEN dengan prediksi pertumbuhan ekonomi 6 persen Indonesia baru keluar dari golongan negara dengan pendapatan sedang ke tinggi pada 2043, saat itu baru emisi Indonesia berada di titik puncak.
Sektor yang menjadi penyumbang besar pun bukan energi tetapi manufaktur dan jasa.
"Maka kita harus gunakan beberapa cara agar sektor ini juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon," imbuhnya.
EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Edwin Nugraha Putra mengatakan, PLN telah memiliki sejumlah insiatif untuk mengejar target porsi EBT sebesar 23 persen dalam bauran energi pada 2025 tanpa membebani APBN di tengah kelebihan pasokan listrik, yaitu mempercepat pengoperasian pembangkit berbasis EBT yang masuk dalam program kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW).
"Seperti PLTP ada 1,4 GW kemudian hidro ada 4,9 GW itu kami percepat prosesnya. Sehingga kita harapkan di 2025 itu bisa beroperasi," kata Edwin.
Inisiatif berikutnya adalah menerapkan penggantian batu bara sebagai bahan bakar pada PLTU dengan biomassa (co-firing), sehingga biomassa menempati 3 sampai 6 persen dalam porsi EBT pada 2025.
"Kita berharap sampai 2025 nanti sekitar 10-20 persen batu bara digantikan biomassa sehingga kita berharap 3-6 persen bauran EBT pada 2025 berasal dari biomassa," imbuhnya.