nasional

Kerusakan Bakau Dorong Tuti Memotivasi Siswa Cinta Lingkungan

Senin, 22 Agustus 2022 | 16:00 WIB
Teks foto: Bersama siswa, Tuti mencangkul lahan yang akan ditanam sayuran. (Dok sekolah)

Guru muda ini miris melihat kondisi hutan bakau di tempatnya tinggal rusak parah. Meski ada gerakan penyelamatan bakau untuk kehidupan dengan melakukan penanaman bibit mangrove oleh pemerintah, perusahaan, organisasi massa maupun lembaga masyarakat, namun belum menjadi solusi untuk menyelamatkan bakau.

“Ini karena menanam mangrove tanpa perawatan,” sebut Tuti Anggraini SP, guru bidang studi IPA di SMP Swasta Pabaku Stabat Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.  Alumnus Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang pernah aktif sebagai penggiat penyelamatan mangrove di Aceh Barat dan Aceh Tamiang ini mengatakan bibit-bibit itu akhirnya mati. Meski ada juga yang tumbuh dengan baik, namun persentasinya tidak banyak.  

Dari laman sumut.bps.go.id , dia memperoleh gambaran bahwa sekitar 13 ribuan hektare atau 25 persen dari 50 ribuan hektare hutan mangrove di Langkat merupakan lahan rusak, 22 ribuan hektare kondisi sedang dan 4000-an hektare dalam proses rehabilitasi.

Pengamatannya di lapangan, Tuti meyakini hutan bakau di daerahnya mengalami penyusutan lebih dari 25 persen. Dugaannya, hutan bakau itu terdegradasi dan hilang karena beralih fungsi menjadi tambak udang, dan perkebunan kelapa sawit. Sementara sejumlah lainnya dijadikan kilang arang.

Guru muda ini mengatakan di Kecamatan Pangkalan Susu banyak terdapat kilang dapur arang bakau.  Hal yang sama juga terjadi di Secanggang, Tanjungpura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Berandan Barat dan Pematang Jaya. Dampaknya, 30 paluh (anak sungai) kering. Nelayan bubu, ambai, belat terpaksa gantung jaring dan jadi pengangguran.

-

Fenomena ini berpengaruh pada anak didiknya. Secara ekonomi, orang tua mereka sebagian besar mengandalkan mata pencahariannya di paluh tersebut. Dia mendapati sejumlah siswa kelas 8 dan  9 terpaksa drop out sekolah dengan alasan membantu bapaknya bekerja. Murid laki-laki  jadi buruh, yang perempuan terpaksa menikah muda.   

Keadaan sosial seperti ini pikir Tuti tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Harus ada upaya untuk memutus mata rantai kemiskinan dan pelestarian lingkungan. “Peran sekolah bisa dilakukan lewat program pendidikan lingkungan hidup,” pikir guru IPA nan enerjik ini. Tanpa banyak buang waktu, Tuti mengajukan proposal ke yayasan untuk membuat kebun sekolah dengan pertimbangan pekarangan dan lahan di sekitar sekolah selama ini terbelengkalai.  Dalam proposalnya, Tuti menguraikan manfaat kebun sekolah akan mengajarkan siswa mencintai lingkungan, meningkatkan pengetahuan siswa akan ketahanan pangan, dan hasil panen dapat membantu keuangan siswa.

Halaman:

Terkini