Baca Juga: Perbandingan Mitsubishi Pajero Sport vs Toyota Fortuner: SUV Tangguh Mana yang Lebih Worth It?
2. Infrastruktur Charging Terbatas
Meski bisa diisi ulang di rumah, performa maksimal Outlander PHEV akan terasa jika ada banyak charging station publik. Sayangnya, infrastruktur pengisian daya di Indonesia masih terbatas, terutama di luar kota besar.
3. Biaya Perawatan Baterai
Sebagai mobil elektrifikasi, baterai menjadi komponen vital. Walau Mitsubishi memberikan garansi, tetap ada kekhawatiran konsumen soal biaya penggantian baterai jika sudah melewati masa garansi.
4. Bobot Relatif Berat
Karena mengusung mesin bensin plus motor listrik dan baterai besar, bobot Outlander PHEV lebih berat dibanding SUV konvensional. Hal ini bisa memengaruhi akselerasi maupun efisiensi jika mobil membawa beban penuh.
Baca Juga: Mitsubishi Xpander 2025: Spesifikasi, Fitur Baru, dan Harga di Indonesia
5. Segmen Pasar Terbatas
Dengan harga tinggi dan konsep PHEV yang belum sepenuhnya familiar di Indonesia, pasar Outlander PHEV cenderung terbatas pada konsumen urban kelas menengah ke atas yang peduli lingkungan sekaligus membutuhkan fleksibilitas kendaraan hybrid.
Mitsubishi Outlander PHEV adalah pilihan menarik bagi konsumen Indonesia yang ingin merasakan teknologi elektrifikasi tanpa harus khawatir soal keterbatasan jarak tempuh. Kelebihannya terletak pada efisiensi bahan bakar, fitur keselamatan lengkap, serta fleksibilitas mode berkendara. Namun, harga tinggi, infrastruktur charging yang masih terbatas, dan biaya perawatan baterai menjadi pertimbangan serius.
Bagi konsumen premium yang menginginkan SUV ramah lingkungan dengan teknologi canggih, Outlander PHEV bisa menjadi investasi jangka panjang. Namun, bagi keluarga yang mengutamakan harga terjangkau, pilihan SUV konvensional atau hybrid biasa mungkin lebih realistis. (KN)