Baca Juga: Dua Diskotik Sarang Narkoba Marcopolo dan Blue Star Hancur
Oleh karena itu OK Saidin menyebutkan kalau itu tidak bisa dihapuskan atas dasar nasionalisasi, karena menasionalisasi aset perusahaan Belanda.
"Yang mana tanah itu bukan aset perusahaan Belanda, tapi yang disewa atau dikonsesikan kepada perusahaan Belanda. Jadi seharusnya tanah itu tetaplah menjadi hak Kesultanan Serdang", tukasnya.
Bayar Kompensasi kepada Kesultanan Serdang
Dalam kesaksiannya, Guru Besar USU mengingatkan para pihak, tidak dilarang menguasai lahan itu tapi harus mendapat izin, membayar kompensasi kepada Kesultanan Serdang dengan kesepakatan yang diatur oleh KUH Perdata.
"Ini bagi penggugat intervensi, ini bukan soal besarannya, tapi ini soal penghargaan. Selama ini pun banyak tanah-tanah itu diusahakan oleh PTPN, itu tidak pernah ada pihak Kesultanan itu menggugat karena di situ banyak menyangkut karyawan, hak-hak hidup bagi banyak orang yang bergantung hidup di perkebunan", imbuhnya.
Namun, pihak Kesultanan Serdang sangat keberatan kalau lahan ini dibisniskan dengan membangun kawasan properti. "Ini tak patut, tak pantas dilakukan oleh siapapun yang berusaha di wilayah adat Kesultanan Serdang ataupun Kesultanan-Kesultanan lainnya", ucapnya.
Ia berharap penyelesaiannya dirembukkan. Jadi negara harus adil dengan besaran kompensasi itu dikompromikan. "Jadi pihak Sultan Serdang tidak menuntut yang macam-macam", imbuhnya.
Dengan fakta-fakta yang nyaris tak terbantahkan tersebut, Kuasa hukum Sultan Serdang Ibnu Affan berkeyakinan Majelis Hakim akan memutuskan perkara dengan memenangkan pihaknya.
"Kita intervensi gugatan lahan 85 hektar yang gugat pihak lain dengan alas hak Sultan Deli. Sementara, saksi ahli kita menyatakan dengan data-datanya bahwa benar kalau tanah yang kita gugat intervensi itu memang menyatakan konsesi di wilayah Kesultanan Serdang. Namanya Konsesi Sinembah Maskapai Konsil Tanjung Morawa", pungkasnya.(IW)