Sementara Ani (38), seorang ibu rumah tangga, mengaku awalnya kesulitan membuang sampah rumah tangga yang terus menumpuk. Kini, ia melihat botol plastik bekas bukan lagi sebagai limbah, melainkan peluang.
“ Dulu kami sering bakar sampah, asapnya bikin sesak napas. Sekarang, sampah plastik saya potong kecil-kecil dan masukkan ke botol. Kalau sudah penuh, bisa ditukar jadi uang, " ujarnya dengan senyum lega.
Selain membantu mengurangi polusi, program ini juga meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan generasi muda. Anak-anak sekolah di Aek Pining kini belajar membuat ecobrick sebagai bagian dari kurikulum kegiatan ekstrakurikuler.
Seorang aktivis lingkungan, Hendrawan Hasibuan dari NGO Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumut dan Green Justice Indonesia (GJI), menyatakan gerakan ecobrick yang dilakukan warga Aek Pining adalah bukti nyata bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah sederhana.
Saat masyarakat sadar dan mau berinovasi, plastik bukan lagi masalah, tetapi menjadi peluang untuk membangun masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Baca Juga: Wakil Gubernur Sumut Tegaskan Pemprov Sumatera Utara Komit Lindungi Ekosistem BatangToru
" Inovasi warga Aek Pining dalam mengubah botol plastik menjadi ecobrick adalah wujud ekonomi sirkular yang sesungguhnya. Mereka tidak hanya mengurangi limbah plastik, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi dan membuka jalan menuju lingkungan yang mandiri dan berdaya, " kata Hendrawan
Menurut Hendrawan, mengurangi sampah plastik bukan hanya tentang menjaga lingkungan tetap bersih, tetapi juga tentang kontribusi kita terhadap bumi. Apa yang dilakukan warga Aek Pining hari ini adalah warisan positif untuk generasi mendatang.
" Saya melihat apa yang dilakukan warga merupakan satu langkah strategis. Jika pemerintah daerah, perusahaan yang ada disekirar lingkungan masyarakat bergerak bersama, mimpi untuk menjadikan Aek Pining bebas plastik bukan hanya slogan, tetapi kenyataan yang bisa diwujudkan, " katanya (RI)