“Tiga kali suara letusan terdengar, anak-anak panik dan menangis. Saya segera membawa beberapa anak menjauh dari tempat itu. Yang lainnya saya suruh pulang lewat jalan belakang,” ujarnya.
Kejadian itu sempat membuat beberapa anak enggan datang lagi karena masih trauma dan takut.
Meski demikian, Ratna tak pernah berhenti. Ia menyadari bahwa hal itu menjadi pengingat baginya tugasnya bukan hanya sekadar mengajar membaca, tetapi juga melindungi masa depan anak-anak di sana dari lingkaran gelap yang terus mengintai.
Bersama para pengajar sukarela, seperti guru ngaji, mahasiswa, dan pemuda setempat, kegiatan literasi tetap berjalan. Mereka bahkan menggunakan dana pribadi untuk membeli buku baru.
“Melihat anak-anak tertawa dan semangat sudah cukup jadi kebahagiaan,” kata Fauji, salah satu pengajar sekaligus imam masjid di sekitar taman baca.
Baca Juga: Forum Wartawan Kejaksaan Dairi Dilantik, Rudi Anto Jadi Ketua
Taman Bacaan Hamzar kini menjadi simbol perubahan di Desa Pantai Cermin Kiri, di mana anak-anak lebih sering membaca daripada bermain di luar, dan para orang tua mulai peduli pada pendidikan.
Sebelumnya, banyak anak yang sering nongkrong di warung, namun kini mereka justru memilih menghabiskan waktu di taman baca.
Bagi Ratna, setiap kegiatan membaca adalah langkah kecil untuk menyalakan harapan. Langkah mereka diyakini menjadi cahaya bagi para anak didik di sana. Ia percaya, menambah ilmu dan iman dapat memudarkan kelamnya dunia Narkoba.(IW)