Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun WALHI-Sumut yang termuat dalam gugatan dan masukan kepada pemerintah bahwa WALHI-Sumut telah mengingatkan perlu adanya Mitigasi Kebencanaan pada wilayah rawan bencana dan perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh pada izin indutri-indutri ektraktif yang berada dikawasan Hutan Batang Toru.
Dikatakannya, dengan masuknya perusahaan-perusahaan besar di dalam kawasan Hutan Batang Toru memperburuk kondisi dan meningkatkan persentasi kerusakan kawasan Hutan Batang Toru. Salah satu yang WALHI-Sumut soroti adalah PLTA Batang Toru, PT Gruti, PT. Aneka Tambang, PT. Inti Cipta Jaya Tambang, PT. Panca Karya Prima Agung, PT. Surya Kencana Pertiwi Tambang, PT SOL dan industri perkebunan.
“ Kehadiran korporasi ini dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan ekosistem hutan serta menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis yang terjadi akibat pembukaan lahan yang cukup luas dan pembersihan lahan disepanjang DAS Batang Toru yang notabene merupakan habitat bagi satwa serta sumber penghidupan bagi masyarakat, “ ucap Doni.
Ia menjelaskan, seperti diketahui, ini bukan kejadian pertama di mana sebelumnya pada desember 2020 juga terjadi longsor yang menyebabkan hilangnya operator excavator. Adapun yang menjadi sikap WALHI-Sumut terhadap Lansekap Batang Toru yang menjadi Rimba Terakhir Sumatera Utara yani, Stop pembangunan di wilayah rawan bencana, evaluasi proyek-proyek yang beroperasi di Lansekap Batang Toru, usut tuntas bencana longsor yang terjadi di areal proyek PLTA Batang Toru, laksanakan pencegahan dan penegakan hukum terhadap potensi dan ancaman degradasi Lansekap Batang Toru dari aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif; perbaiki tata kelola perizinan proyek di Lansekap Batang Toru dan pembangunan PT.NSHE minim mitigasi kebencanaan.
“ Bentang Alam Batang Toru merupakan rimba terakhir yang dimiliki Sumatera Utara. Tentu kita berharap areal ini terus dilestarikan dan dijaga dari aktivitas pembangunan atau proyek yang tidak berkelanjutan, “ ucapnya.
Menurut Doni, Batang Toru ini unik dengan spesies kunci yaitu Orangutan Tapanuli dan keanekaragaman lain yang terkandung di dalamnya. Jangan sampai proyek-proyek infrastruktur dan industri ekstraktif mengancam keanekaragaman hayati Batang Toru kebanggaan kita ini. Negara harus memerhatikan keberlanjutan lingkungan hidup dan keadilan antara generasi dalam mengembangkan proyek infrastruktur maupun penerbitan ijin konsesi.
“ Secara geografis, kawasan Hutan Batang Toru terletak antara 98º 50’-99º 18’ Bujur Timur dan 1º 26’-10º 56’ Lintang Utara dan secara administrasi terletak di tiga Kabupaten yaitu Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara, dengan luas kawasan Hutan Batang Toru diperkirakan seluas 168.658 hektar yang didalamnya termasuk Hutan Lindung Sibolga seluas 1.875 hektar, Cagar Alam Dolok Sipirok seluas 6.970 hektar dan Cagar Alam Sibual Buali seluas 5.000 hektar, “ paparnya.
Selain itu, kawasan Hutan Batang Toru meliputi Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur dengan total habitat alami yang ada diperkirakan seluas 120.000 hektar. Kawasan Hutan Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut dan juga bisa ditemukan beberapa rawa diketinggian 800 mdpl. Hutan hujan primer mendominasi tutupan vegetasi yang mengakar di lereng bukit curam dengan kemiringan lebih dari 60%.