MEDAN – realitasonline.id | Pemerintah Povinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan kembali menggelar rapat koordinasi (Rakor) penanganan penyakt mulut dan kuku (PMK) bersama seluruh unsur Forkopimda Sumut dan dinas yang menangani peternakan di kabupaten/kota, Selasa (14/6/2022), di Ruang Rapat Lantai 2, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30 Medan.
Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa perkembangan terkait penyebaran PMK di sejumlah kabupaten/kota, yang kini bertambah menjadi 1.987 ekor hingga Senin (13/6/2022), dari data pekan lalu sebanyak 6.048 ekor. Kemudian soal ketersediaan obat-obatan yang sempat menjadi pertanyaan di beberapa daerah, menunggu upaya pengadaan vaksin dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Dalam rakor tersebut, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut Afifi Lubis menekankan agar seluruh kabupaten/kota melalui dinas terkait dapat memaksimalkan upaya penanganan dengan mengefektifkan satuan tugas (satgas) yang ada di daerah. Di antaranya pengetatan lalu lintas ternak hingga melarang ternak keluar masuk wilayah provinsi, memastikan hewan dalam keadaan sehat sebelum dilakukan jual beli melalui surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) serta melakukan pemeriksaan rutin/berkala.
“Mengingat saat ini kita akan menghadapi momen Iduladha, Hari Raya Kurban. Sehingga kebutuhan hewan kurban tentu meningkat. Karenanya seluruh pihak terkait diharapkan berperan aktif melakukan penanganan serta pengawasan,” ujar Pj Sekdaprov, didampingi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Azhar Harahap dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Abdul Haris Lubis.
Sementara menjelaskan terkait perkembangan penanganan PMK di Sumut, Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap menyebutkan bahwa dari hasil monitoring, jumlah penularan PMK mencapai 7.987 ekor, dengan tingkat kematian nihil sejak sepekan terakhir, atau tetap berjumlah 10 ekor (anakan). Sedangkan untuk tingkat penyembuhan, diperkirakan hingga 60% di setap daerah.
“Ada 14 kabupaten/kota yang sudah terpapar, dimana penyebaran paling tinggi dan cepat itu di Kabupaten Batubara (4.081 kasus). Namun ini disebabkan kondisi pemeliharaan ternak di sana itu umumnya digembala di tengah perkebunan dan tidak dikandangkan. Sehingga penularannya cepat sekali,” jelas Azhar.
Adapun langkah penanganannya lanjut Azhar, secara khusus. Yakni dengan membentuk tim pengendalian di empat zona, caranya menangani ternak yang sakit langsung di lapangan, karena sistemnya pengembalaan. Selanjutnya untuk tingkat penyembuuhan, sudah mencapai 48% dari jumlah yang terpapar.