"Seharusnya dituntut bebas oleh JPU karena tidak ada terpenuhi unsur pemalsuan surat tersebut. Dan tanah yang dipermasalahkan juga sudah dikuasai saksi korban, Diana Nainggolan," tambahnya.
Anehnya lagi, kata Poltak, kliennya yang saat ini masih di tahan namun sertifikat kepemilikan tanah sudah di keluarkan BPN tanpa di ketahuinya padahal sudah tiga kali kliennya melayangkan sanggahan agar BPN tidak menerbitkan sertifikat karena masih dalam sengketa.
"Seandainya pun pasal pemalsuan yang dipersoalkan, kan tanah sudah kembali kepada mereka. Akan tetapi Kejari Samosir dalam penuntutan tidak memiliki hati nurani dan tetap menuntut 10 bulan penjara melalui sidang tuntutan JPU tanggal 12 September 2022 di PN Balige," paparnya.
Hal itu membuat Poltak Silitonga menduga kuat ada intervensi ataupun campur tangan Kajari Samosir yang menekan Jaksa Penuntut Umum tetap menuntut 10 bulan penjara walau kliennya tidak terbukti melalui fakta persidangan melakukan pemalsusan surat kepemilikan tanah.
"Saya akan ungkapkan ini ke publik bila nantinya faktanya saya dapatkan. Namun dalam eksepsi nanti akan saya sampaikan serta juga saya akan melakukan langkah hukum melaporkan hal ini ke Komisi Kejaksaan RI di Jakarta," tegasnya.
Sementara ketika hal ini di konfirmasi kepada Kepala Kejaksaan Negeri Samosir Andi Adikawira Putera via selular mengatakan dalam penuntutan tetap profesional dalam penanganan perkara.
"Pihak kejaksaan dalam penuntutan dan penanganan perkara bersikap profesional. Dan tidak ada itu kita intervensi Jaksa Penuntut Umum serta juga tidak ada yang menekan kita dari pihak lainnya," ujarnya saat dikonfirmasi via selular.
Untuk diketahui, Pulo Pasaribu saat ini sedang berperkara dengan Diana Nainggolan dengan perkara pidana Nomor 96/Pid B/2022/PN Balige atas tanah seluas kurang lebih 3000 meter yang terletak di Pea Bodil, Desa Janji Martahan, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir.