Cukup hanya mengelus dada, tanpa bisa berbuat banyak itulah mendera warga yang rumahnya tetap utuh dan tidak rusak, tetapi sama-sama merasakan ganasnya guncangan gempa tahun 1987 lalu itu.
Kenapa dan mengapa pengalaman tahun 1987 lalu itu saya oretkan di pascagempa yang terjadi, Sabtu (1/10) dini hari di Tapanuli Utara, tak lain tak bukan hanya sekadar menggambarkan bahwa yang dirasakan masyarakat serta akibatnya tak jauh berbeda.
Bukan tidak mungkin kecemburuan sosial ditengah masyarakat bisa terjadi akibat penyaluran bantuan jenis sembako atau bantuan siap saji yang mengalir dari para dermawan. Sebab dipastikan ada kriteria tertentu yang dibuat siapa-siapa saja yang paling berhak menerima bantuan.
Tulisan ini hanya sekadar himbauan buat Penderma baik perorangan, kelompok, lembaga swasta dan institusi negara atau siapa saja, akan lebih sempurna bila bentuk keprihatinan atas apa yang menimpa warga akibat gempa bumi, memberi donasi berupa materi atau uang.
Mencermati fakta di lapangan yang paling mendesak ditanggulangi adalah rumah warga yang rusak termasuk rumah-rumah ibadah.
Tak lah terlalu berlebihan bila kusimpulkan para warga di mana bangunan rumahnya rusak akibat gempa, lebih berharap dilakukan perbaikan . Tentunya agar mereka bisa tinggal dan tidur nyenyak dengan nyaman tidak dihantui rasa was-was serta kecemasan kemudian bisa fokus beraktivitas dalam mengarungi hidup dan kehidupan keseharian bersama keluarga.
Betul memang dari sisi kemanusiaan sekecil dan dalam apapun jenis yang kita sumbangkan sebagai bentuk empati kepada siapa saja yang membutuhkan adalah sangat mulia.