Realitasonline.id - Jakarta | Sebanyak 190.000 dukungan datang dari berbagai belahan dunia untuk menuntut adanya perlindungan dan penghentian eksploitasi ekosistem Batang Toru. Dukungan yang digalang melalui tantangan petisi ini diserahkan secara langsung oleh
WALHI Sumut bersama WALHI Nasional dan Satya Bumi yang tergabung dalam Aliansi Tolak Tambang Martabe (Lantam) kepada Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, dan pimpinan Agincourt di Jakarta, pada Kamis (27/2/2025).
Direktur WALHI Sumut, Rianda Purba dengan tegas menyatakan kekhawatiran atas dampak lingkungan yang diakibatkan oleh tambang emas Martabe. Rianda menyoroti aktivitas tambang yang menyebabkan kerusakan yang sangat besar pada Ekosistem Batang Toru dan mengancam kelangsungan hidup Orangutan Tapanuli, salah satu spesies paling langka di dunia.
"Tambang emas Martabe terletak di jantung Ekosistem Batang Toru, yang merupakan habitat terakhir bagi Orangutan Tapanuli. Dengan populasi yang kurang dari 800 individu, spesies ini sangat rentan terhadap kepunahan," ujar Rianda di Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Menurut pantauan WALHI Sumut, dalam 15 tahun terakhir, deforestasi di sekitar tambang telah mencapai lebih dari 114 hektar, menghilangkan hutan yang merupakan habitat penting bagi Orangutan Tapanuli.
Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies baru di antara kera besar yang teridentifikasi pada 2017 lalu terus mengalami ancaman besar lantaran dikepung berbagai industri ekstraktif, salah satunya tambang emas Martabe.
Keberadaan Tambang Emas Martabe yang berlokasi di Kabupaten Tapanuli Selatan memperburuk kondisi lingkungan dan merusak habitat alami Orangutan Tapanuli serta mengganggu keseimbangan Ekosistem Batang Toru. Ekspansi tambang ini juga menyebabkan deforestasi yang signifikan.
Baca Juga: Agincourt Resources Alokasikan Rp3,68 M untuk Pembangunan Ruang Kelas di 16 Sekolah di Tapsel