Baca Juga: Luar Biasa! Inilah Pabrik Chery Terbesar Di China Yang Mampu Produksi 1 Mobil Dalam Hitungan Menit
Menurut Koordinator UNDP (United Nations Development Program) riset dan survey untuk kemajuan ekonomi wilayah Sumatera Utara (2015), kondisi ini harus cepat diantisipasi secara dini dari institusi pemerintah atau lembaga yang konsern terhadap keterwakilan perempuan agar tidak jadi ancaman keseteraan gender dimasa depan.
"Semoga penngiat demokrasi fokus untuk mengkritisi ini dan tidak terulang lagi di masa depan. Apalagi ini Sumatera Utara yang dikenal sangat heterogen," harap David.
Sementara Irfan Fadila Mawi mengatakan, keterlibatan perempuan dalam politik wajib hukumnya. Ada banyak landasan hukum yang mengatur tentang keterlibatan perempuan dalam lembaga penyelenggara Pemilu, seperti UUD 45 dan UU No. 7/2017 tentang Pemilu.
Namun kenyataannya perempuan selalu gagal dalam memperjuangkan kesetaraan haknya di dunia politik. "Masih ada ketimpangan pada jabatan di pemerintahan, legislatif/partai politik dan penyelenggara Pemilu," ujarnya.
Baca Juga: Serupa Tapi Tak Sama! Inilah Beda Mobil Listrik KIA EV6 GT dan KIA EV6 GT Line
Eksistensi perempuan dalam politik, ujarnya, masih seperti cerita klasik yang menempati ruang pinggir atau pemain figuran dalam diskursus kontemporer.
Ester Ritonga memandang persoalan ini dari sisi kesetaraan gender yang terpinggirkan. Kedudukan wanita di Indonesia warna warni dan diskriminasi terhadap wanita juga berbeda-beda di setiap daerah. Hal itu muncul dari konstruksi sosial yang dibangun sejak zaman dahulu, sehingga menjadi pandangan umum yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.
"Masyarakat kita selalu memandang sesuatu secara patriarki dan keberadaan perempuan selalu diposisikan dari sudut pandang pria. Artinya sistem sosial kita menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral maupun hak sosial," ujarnya.
Baca Juga: Memiliki Banyak Keunggulan dari City Car Lainnya, Ini Dia Harga Terjangkau Mobil Bekas Honda Brio
Hal itu sangat terlihat di era tahun 1980 ke bawah dan wanita diposisikan dalam program pembangunan atau Women In Developmen (WIP). Namun perlahan hal itu berubah. Tahun 90-an ke atas kondisinya mulai berubah dan posisi perempuan sudah menjadi Women And Developmen (WAD).
"Jika alasannya perempuan tidak memiliki kemampuan untuk menjadi penyelenggara pemilu di Sumut, ini tentu sangat menyayat perasaan kami sebagai para perempuan di Sumut. Itu bentuk pemarjinalan perempuan Sumut dan melanggar UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemiluhan Umum. Di luar itu tentu merupakan bentuk pelanggaran HAM," tegasnya.
Baca Juga: Agus Rizal Jadi Ketua Forkompas Abdya: Jaga Kekompakan Sesama Perantau
Keputusan tersebut akhirnya mereka gugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan hingga saat ini masih dalam proses. (mis)