Medan - Realitasonline | DPRD Sumut melalui Komisi B meninjau langsung lokasi banjir bandang dan longsor di Desa Pematang dan Hatapang Labura, secara kasat mata menemukan glondongan kayu berserakan terbawa arus banjir.
Hal ini ditegaskan wakil ketua Komisi B DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga, SE kepada wartawan, Selasa (4/2) di ruang kerjanya gedung dewan terkait hasil peninjauan Komisi B DPRD Sumut ke lokasi banjir bandang di Labura baru-baru ini.
"Kita minta Gubsu Edy Rahmayadi jangan buru-buru menyatakan banjir bandang dan longsor di Kabupaten Labura dan Kabupaten Tapteng (Tapanuli Tengah) bukan akibat aksi perambahan hutan, jika belum melakukan investigasi," ujar Zeira.
Lagi pula, tambah politisi PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) ini, di Desa Hatapang telah terjadi tumpang-tindih izin penebangan hutan, yakni izin koridor, izin hutan kemasyarakatan, izin pemanfaatan kayu yang diduga ikut andil dalam aksi pembalakan huta tersebut.
Begitu juga banjir bandang dan longsor yang terjadi di Tapteng, tandas Sekretaris Komisi B ini, Dinas Kehutanan Sumut sudah mengakui penyebab banjir bandang dan longsor adanya indikasi perambah hutan atau penebangan kayu secara besar-besaran. Begitu juga kondisi di lokasi banjir banyak terlihat gelondongan kayu berserakan dibawa arus banjir.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, tandas Zeira Salim, telah memperkuat terjadinya banjir bandang akibat perambahan hutan yang diduga dilakukan mafia kayu maupun pemilik HPH (Hak Pengusahaan Hutan) beberapa tahun yang lalu (bukan perambahan hutan baru) sehingga masyarakat menjadi korban amukan terjangan banjir.
"Jadi kita pertanyakan kepada Gubernur, darimana dia mendapatkan data bahwa banjir bandang dan longsor di dua kabupaten ini bukan dipicu perambahan hutan. Padahal aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya belum selesai melakukan investigasi," tegasnya.