Meski demikian, kata Rozi mengingatkan, dibukanya Balai Kota tentunya menjadi tantangan bagi Pemko Medan hingga jajaran di tingkat paling bawah untuk bisa inklusif dengan masyarakat, terutama dalam memberikan pelayanan. “Artinya, pelayanan publik yang diberikan harus maksimal. Sebab, Balai Kota adalah simbol dari pemerintahan kota. Jadi, jika simbolnya sudah bisa diakses, maka pelayanan publik juga harus bisa diakses dan dirasakan lebih baik lagi oleh masyarakat. Jangan lagi ada muncul misalnya masyarakat yang kesulitan dilayani oleh aparatur Pemko Medan,” tambahnya.
Adanya UMKM, pagelaran seni, budaya dan kegiatan lain sebagai hiburan juga dinilai baik dan bagus oleh Rozi. Sebab, ia melihat ada peluang ekonomi di dalamnya. Meski pun demikian, ungkapnya, semua pihak harus menjaga Balai Kota sebagai simbol pemerintahan kota agar tidak kehilangan ruh-nya. “Yang perlu diperhatikan adalah masalah kebersihannya. Yang tidak kalah penting lagi agar aktifitas di sana jangan sampai melenceng atau mengotori simbol pemerintahan kota tersebut,” pesannya.
Kemudian, Rozi juga berharap dan mendorong agar Wali Kota dapat menghadirkan destinasi wisata kota lainnya setelah Balai Kota yang dapat dikunjungi masyarakat. Paling tidak, harapnya, dapat dijadikan sebagai objek foto. Sebab, ia menilai Kota Medan tidak memiliki potensi alam sehingga harus bisa memaksimalkan kotanya menjadi destinasi wisata seperti yang telah dilakukan sejumlah kota di Indonesia.
“Sudah ada beberapa contoh kota di Indonesia yang telah memaksimalkan potensi kotanya, terutama kawasan yang menjadi titik nol hidup pada malam-malam tertentu sehingga menjadi destinasi wisata kota. Yang terpenting jangan sampai menimbulkan masalah baru, misalnya sampah maupun kerawanan kamtibmas,” ungkapnya. (AY)