Sementara itu Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyampaikan, pihaknya sejak awal berdiri di tahun 1961, Bank BJB terus melakukan inovasi dalam berbagai aksi korporasi untuk menunjang pertumbuhan bisnis. "Pada tahun 1991 kami menerbitkan obligasi untuk pertama kalinya. Pada tahun 2000 kami menjadi BPD pertama yang menjalankan sistem dual banking konvensional dan syariah dan tahun 2010 jadi BPD pertama yang menggelar IPO," ujarnya.
Dengan IPO tersebut, lanjut Yuddy, Bank BJB mampu berkembang hingga saat ini memiliki aset sebesar Rp160 Triliun. "Ini posisi Oktober 2021 dan adapun pada IPO kami melepas 25% saham kepada masyarakat. Awal tahun 2022 kami berencana untuk kembali menerbitkan lembar saham baru sebanyak 925 juta lembar melalui skema rights issue," katanya.
Lanjutnya, dengan dilepasnya 25% saham ke publik pada saat IPO, komposisi kepemilihan sahampun mengalami penyesuaian. "Hingga saat ini komposisi adalah 38,18 persen Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 5,29 persen Pemerintah Provinsi Banten, 24,03 persen Pemerintah Kabupaten se-Jawa Barat, 7,87 persen Pemerintah Kabupaten se-Banten dan 24,64 persen dimiliki oleh masyarakat umum.
"Profil singkat ini terkait posisi Bank BJB ini, agar dapat menjadi gambaran dalam diskusi bersama dengan Bank Sumut," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menambahkan, pihaknya mengaku bersyukur karena Bank BJB dijadikan Pemprov Sumut sebagai lokasi studi banding dan berharap membawa kebaikan untuk Jawa Barat dan juga Sumut. "Saya bangga dan syukur karena Bank BJB dianggap baik. Semoga ini membawa kebaikan untuk kita semua, PAD daerah meningkat bisa bantu meningkatkan ekonomi kerakyatan," ujarnya. (AY)