Realitasonline.id - Medan | Ratusan massa yang tergabung dalam Komite Tani Menggugat (KTM) dan Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) melakukan aksi demo ke kantor DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Nomor 5 Medan, Rabu (22/5). Mereka menegaskan siap mati mempertahankan lahan seluas 32 hektar dari 106 hektar di Pasar IV Jalan Serbaguna Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang.
Sambil membawa sejumlah spanduk, dan keranda kayu dan sesosok mayat kertas, peserta aksi yang sebagian besar lanjut usia (lansia) berkonvoi menggunakan kendaraan dan berjalan kaki dari kantor Gubsu ke gedung DPRD Sumut, sehingga arus lalu lintas menjadi terganggu, karena ada dari mereka datang dari arah berlawanan.
Aksi ini diwarnai dengan pembakaran keranda kayu yang dilakukan peserta aksi nyaris di tengah Jalan Imam Bonjol No 5, sehingga memacetkan arus lalu lintas. Aparat kepolisian tampak berjaga-jaga untuk mengantisipasi terjadinya aksi yang tidak diinginkan.
Terlihat juga sejumlah peserta aksi meneriakkan yel-yel yang terkesan menghina aparat kepolisian dan petugas security yang berjaga sejak pagi di halaman depan gedung dewan itu.
Perwakilan aksi, Unggul Tampubolon yang juga Ketua KTM dan Ketua HPPLKN menegaskan, aksi unjukrasa yang digelar untuk kesekian kalinya di sejumlah tempat, menuntut penyelesaian atas lahan Eks HGU PTPN II seluas 32 Ha di Pasar IV Jalan Serbaguna Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang.
Kini, lanjut Unggul warga semakin rendah setelah beredar informasi perihal surat dari PN Lubuk Pakam Kelas I-A tanggal 6 Mei 2024, perihal permohonan bantuan pengamanan pelaksanaan sita eksekusi perkara 22/pdt.eks/3023/PNLP Jo. 55/pdt.G/2012/PN.LBP.
Baca Juga: 54 Murid MIN 8 Abdya Diwisuda Tahfidz Angkatan ke-4
"Informasi itu tidak benar, dan kami siap mati mempertahankan lahan yang sudah lama kami kuasai sejak tahun 2002," ungkapnya.
Unggul mengklaim, tanah yang dikabarkan akan dieksekusi merupakan milik warga Helvetia, bukan miik Al Wasliyah masih berstatus eks HGU, yang didistribusikan untuk masyarakat bukan untuk mafia tanah.
Sejak 2002, dari seribu kepala keluarga yang menempati lahan, sekarang diperkirakan berkisar sepuluh ribu jiwa. Mereka sekarang dikabarkan takut karena akan digusur.