Oleh: Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS. & Zuleika Fadillah Lubis, S.Kep., Ners. (Program Studi Magister Ilmu Keperawatan USU)
Realitasonline.id - Di tengah berbagai kemajuan di bidang kesehatan, anemia masih menjadi masalah besar yang sering dianggap sepele. Banyak remaja putri terbiasa mengabaikan gejala seperti cepat lelah, pusing, pucat, dan sulit berkonsentrasi. Padahal, gejala-gejala tersebut merupakan tanda khas anemia—suatu kondisi ketika kadar hemoglobin berada di bawah batas normal sehingga tubuh kekurangan kemampuan mengangkut oksigen. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 30% perempuan usia 15–49 tahun di dunia mengalami anemia. Di Indonesia, anemia pada remaja putri bahkan telah menjadi masalah kesehatan masyarakat serius yang memerlukan penanganan komprehensif dari rumah, sekolah, hingga tingkat kebijakan nasional.
Baca Juga: Perawat dan Filsafat Ilmu: Menyembuhkan Tubuh, Menyentuh Jiwa
Gambaran Epidemiologi: Dunia dan Indonesia
Anemia masih menjadi penyebab utama menurunnya kualitas hidup dan meningkatnya risiko komplikasi kesehatan di berbagai negara. WHO mencatat tingginya prevalensi anemia terutama pada kelompok anak-anak, remaja putri, dan perempuan usia reproduksi, kelompok yang membutuhkan asupan zat besi lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.
Di Indonesia sendiri, Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa sekitar 32% remaja putri mengalami anemia. Angka ini kemungkinan tidak banyak berubah hingga beberapa tahun terakhir berdasarkan berbagai studi lokal. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di masa depan.
Mengapa Remaja Putri Rentan Mengalami Anemia?
1. Kebutuhan Zat Besi yang Meningkat
Selama masa remaja, tubuh mengalami pertumbuhan pesat yang membutuhkan tambahan zat besi untuk pembentukan sel darah merah baru. Tanpa asupan nutrisi yang memadai, risiko anemia meningkat.
2. Menstruasi Setiap Bulan
Remaja putri kehilangan darah secara rutin melalui menstruasi. Tanpa kompensasi asupan zat besi yang cukup, cadangan besi tubuh akan menurun dan akhirnya menyebabkan anemia defisiensi besi.
3. Pola Makan Kurang Bergizi
Konsumsi makanan cepat saji, kurang sarapan, dan rendahnya konsumsi protein hewani menjadi faktor besar penyebab anemia. Banyak remaja yang lebih memilih makanan ringan dan minuman manis, yang meski mengenyangkan tetapi miskin zat besi.
4. Minim Pengetahuan tentang Tablet Tambah Darah (TTD)
Program pemerintah untuk memberikan TTD mingguan di sekolah sudah berjalan, tetapi kepatuhan remaja masih rendah karena mitos, rasa tidak enak ketika diminum, atau kurangnya edukasi yang tepat.
Baca Juga: Saat Hujan Turun, ISPA Mengintai Anak Kenali, Cegah, dan Tangani Sebelum Terlambat
Dampak Anemia: Dari Ruang Kelas hingga Masa Depan Bangsa