Realitasonline.id - Jakarta | Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah menyusun revisi sejumlah peraturan tata ruang nasional agar lebih adaptif dan tangguh (resilient) terhadap bencana serta perubahan iklim.
Revisi tersebut mencakup Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana, mengatakan, isu ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim menjadi perhatian utama dalam penyusunan tata ruang ke depan.
Baca Juga: Wamen ATR/BPN Tinjau Kesiapan Layanan Pertanahan di Padangsidimpuan
“ Isu tata ruang yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita resilient terhadap bencana dan perubahan iklim. Ke depan, kita sangat menginginkan hal itu terintegrasi di dalam tata ruang nasional, ” ujar Suyus dalam sesi pengarahan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian ATR/BPN yang digelar di Jakarta, kemarin
Sesi pemaparan Dirjen Tata Ruang tersebut merupakan bagian dari rangkaian Rakernas Kementerian ATR/BPN yang berlangsung awal Desember lalu
.Rakernas ini diikuti oleh 471 peserta yang terdiri atas Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) serta sejumlah Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) dari seluruh Indonesia.
Baca Juga: Kodim 0212/TS Bangun Sumur Bor untuk Pengungsi Banjir di Batang Toru
Rakernas Kementerian ATR/BPN 2025 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan sekaligus mempercepat penyelesaian berkas layanan kepada masyarakat dan sesi pengarahan dimoderatori oleh Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi, Deni Santo
Menurutnya, kebutuhan revisi regulasi juga didorong oleh hadirnya Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024 - 2045. UU tersebut menegaskan bahwa perencanaan tata ruang harus berbasis data yang lebih detail, akurat dan dinamis.
Suyus menjelaskan, tata ruang nasional ke depan akan memuat informasi terkait potensi risiko bencana dan dampak perubahan iklim.
Baca Juga: Pemkab Bener Meriah Salurkan 339,6 Ton Beras, Kapuas Data: Tidak Ada Penimbunan
Perencanaan tersebut disusun berdasarkan berbagai sumber data, antara lain dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Kementerian Pekerjaan Umum.
“ Sudah kita hitung berdasarkan data, mulai dari lokasi sesar, potensi gempa, hingga curah hujan. Ke depan, kita ingin memastikan daya dukung dan daya tampung suatu wilayah memang siap untuk menangani bencana, ” jelasnya.