Realitasonline.id| BELITUNG TIMUR – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Belitung Timur merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juni 2024 ini.
Disebutkan terjadi Deflasi pada month to month masing-masing sebesar 0,62 persen di Kabupaten Beltim (Belitung Timr) dan tingkat inflasi year to date Juni 2024 masing-masing sebesar 0,64 persen.
Sedangkan pada Juni 2024 ini terjadi inflasi year on year di Kabupaten Beltim sebesar 1,75 persen dengan IHK sebesar 103,64.
Rilis berita resmi Statistik IHK/Inflasi BPS Kabupaten Beltim ini berlangsung di ruang pertemuan Kantor BPS Beltim, Senin (1/7/24).
Turut hadir Bupati BelTim Burhanudin, Wakil Bupati Beltim Khairil Anwar serta pimpinan OPD terkait.
Kepala BPS Kabupaten Beltim Dwi Widiyanto menyatakan inflasi y-on-y terjadi karena terjadinya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks di beberapa kelompok pengeluaran.
Mulai dari kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 5,86 persen, perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,71 persen, pakaian dan alas kaki sebesar 3,57 persen, rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 2,59 persen, kata Dwi Widiyanto.
Juga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,69 persen, kesehatan sebesar 0,87 persen, perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,39 persen serta transportasi sebesar 0,32 persen, lanjut Dwi.
Sebaliknya, kelompok yang mengalami deflasi y-on-y atau terjadinya penurunan indeks yaitu kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 2,13 persen serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,12 persen.
“Sedangkan kelompok pendidikan tidak mengalami perubahan indeks. Mei ke Juni ini kita Deflasi,” tambah Dwi.
Meskipun begitu Dwi menyatakan kondisi inflasi setahun, yakni 1,75 di Kabupaten Beltim masih di bawah target tertinggi, yakni 2,5 plus/minus 1.
Selama dalam tingkatan itu masih bisa dikatakan baik. Artinya, kalau inflasi terlalu rendah pertumbuhan perekonomian kita berjalan juga tidak bagus.
Begitu pula kalau terlalu tinggi di atas 3,5 persen daya beli masyarakat akan berkurang karena harga-harga tinggi, jelas Dwi.