Denza D9 dan Tren MPV Elektrik China: Tantangan Baru bagi Merek Jepang

photo author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 13:08 WIB
 Keterangan foto: Denza D9 (Realitasonline/denza.com)
Keterangan foto: Denza D9 (Realitasonline/denza.com)



Realitasonline.id - Kehadiran Denza D9 menandai kebangkitan MPV listrik China. Bagaimana strategi inovatif Denza menentang dominasi Toyota dan Honda di segmen premium? Simak analisis lengkapnya.

1. Kebangkitan China di Segmen MPV Premium

Selama dua dekade terakhir, pasar MPV premium di Asia, termasuk Indonesia, dikuasai merek Jepang seperti Toyota Alphard dan Honda Odyssey. Namun, sejak 2024, situasi ini mulai berubah. Merek-merek asal China seperti Denza, Zeekr, dan Voyah hadir dengan lini MPV listrik (EV) yang menawarkan kemewahan, performa tinggi, dan teknologi canggih dengan harga kompetitif.

Di antara semua nama tersebut, Denza D9 menjadi sorotan utama. MPV listrik yang dikembangkan oleh BYD dan Mercedes-Benz ini dianggap sebagai representasi puncak inovasi otomotif China. Dengan desain futuristik dan sistem elektrifikasi mutakhir, Denza D9 mulai menggerus pangsa pasar tradisional merek Jepang, terutama di China dan pasar ekspor seperti Asia Tenggara.

Baca Juga: Denza D9 vs Toyota Alphard Hybrid: MPV Premium Masa Depan Sudah Datang?

2. Inovasi Teknologi: Senjata Utama Denza D9

Keunggulan Denza D9 terletak pada integrasi teknologi tinggi yang jarang ditemukan di MPV konvensional. Varian Denza D9 EV dibangun di atas platform e-platform 3.0 milik BYD, yang dikenal efisien dan aman.

Beberapa fitur unggulannya antara lain:
- Baterai Blade Battery buatan BYD dengan daya tahan tinggi dan risiko kebakaran sangat rendah.
- Dual-motor AWD system dengan tenaga hingga 370 hp dan torsi 700 Nm.
- Jarak tempuh hingga 620 km per pengisian penuh.
- Fast charging 150 kW yang memungkinkan pengisian 30–80% hanya dalam 25 menit.
Bandingkan dengan Toyota Alphard Hybrid yang masih menggunakan mesin 2.5L + motor listrik konvensional dengan konsumsi bahan bakar sekitar 16–18 km/liter. Secara teknologi, Denza jauh melampaui, terutama dari sisi performa dan efisiensi energi.

3. Strategi Harga dan Value for Money

Salah satu kekuatan utama produsen China adalah strategi penetapan harga yang agresif. Denza D9 dijual di pasar domestik China mulai dari sekitar RMB 400.000 (setara Rp1,5–1,7 miliar untuk versi ekspor).

Baca Juga: Update Harga Mobil LCGC Oktober 2025: Masih Jadi Pilihan Paling Irit di Tengah Kenaikan BBM

Bandingkan dengan Toyota Alphard Hybrid yang dijual di Indonesia pada kisaran Rp1,55–1,85 miliar. Dengan harga setara, Denza D9 menawarkan tenaga lebih besar, fitur lebih lengkap, dan efisiensi energi jauh lebih tinggi. Strategi ini membuat konsumen mulai mempertanyakan nilai tambah yang ditawarkan mobil Jepang. Jika sebelumnya “reliabilitas” menjadi alasan utama memilih Toyota atau Honda, kini teknologi dan efisiensi menjadi faktor pembeda baru yang lebih menarik bagi generasi muda.

4. Perubahan Perilaku Konsumen: Dari Loyalitas ke Inovasi

Generasi pembeli mobil saat ini semakin terbuka terhadap merek baru, terutama yang menawarkan keunggulan teknologi. Menurut survei otomotif Asia 2025, lebih dari 60% konsumen usia 30–45 tahun menyatakan bersedia mencoba merek China jika fitur dan garansi yang diberikan sebanding atau lebih baik.
Fenomena ini terjadi karena pergeseran paradigma kepemilikan mobil dari simbol status ke alat mobilitas cerdas. Denza D9, dengan interior digital penuh layar, mode otonom terbatas, dan konektivitas tinggi, menjawab kebutuhan itu.
Sementara Alphard dan Odyssey masih menonjolkan kenyamanan tradisional, Denza justru menjual pengalaman digital sesuatu yang kini sangat dihargai konsumen modern.

Tantangan Nyata bagi Toyota dan Honda

- Ketertinggalan dalam Pengembangan EV
Merek Jepang cenderung lambat dalam adopsi kendaraan listrik penuh (BEV). Fokus mereka masih pada hybrid, sementara merek China seperti BYD, Denza, dan NIO sudah menguasai rantai pasok baterai dan teknologi EV sejak awal 2020-an. Akibatnya, saat konsumen beralih ke kendaraan listrik, Toyota dan Honda menghadapi tantangan adaptasi baik dari sisi teknologi maupun rantai pasok.
- Harga Produksi yang Lebih Tinggi
Merek Jepang mengandalkan pabrik dengan biaya produksi lebih besar dan struktur impor yang rumit, sementara produsen China memanfaatkan lokalisasi dan integrasi vertikal. BYD, misalnya, memproduksi baterai, motor listrik, dan chip sendiri, menekan biaya produksi hingga 20–30%.
- Persepsi Pasar yang Mulai Bergeser
Jika dulu “produk China” identik dengan kualitas rendah, kini citra itu berubah drastis. Denza D9 membuktikan bahwa mobil listrik buatan China bisa bersaing dalam kualitas premium. Konsumen mulai melihat mobil Jepang sebagai “konvensional,” bukan lagi “terdepan.”

Baca Juga: Denza D9 Jadi Sorotan! Mengapa MPV Listrik Asal China Ini Kian Diminati di Indonesia?

5. Peluang dan Strategi Balasan Jepang

Meski menghadapi tekanan besar, merek Jepang masih memiliki kekuatan utama, keandalan jangka panjang dan jaringan layanan purna jual yang luas. Toyota, misalnya, sudah mulai memperkenalkan model EV seperti bZ4X dan rencana menghadirkan Alphard listrik di masa depan. Namun, untuk mempertahankan dominasi, mereka harus beradaptasi cepat mengembangkan platform EV khusus, memperluas investasi baterai solid-state, dan menurunkan harga agar tetap kompetitif melawan Denza dan rival China lainnya.

6. Persaingan Baru, Peta Baru

Kehadiran Denza D9 bukan sekadar peluncuran produk baru, melainkan simbol kebangkitan otomotif China di segmen premium global. Dengan teknologi unggul, strategi harga efisien, dan dukungan pemerintah terhadap industri EV, Denza dan merek sejenis siap menantang dominasi Jepang yang sudah puluhan tahun bertahan.
Di era elektrifikasi ini, kekuatan bukan lagi pada tradisi, tetapi pada inovasi dan adaptasi cepat. Jika Toyota dan Honda tidak mempercepat transformasinya, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, Denza D9 dan kawan-kawan akan menjadi “Alphard baru” bagi konsumen Asia.(KN)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ayu Kesuma Ningtyas

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X