Realitasonline.id - OTOMOTIF | Dunia otomotif kini berada pada fase transisi besar menuju era kendaraan ramah lingkungan. Setelah mobil listrik berbasis baterai mendominasi beberapa tahun terakhir, kini muncul alternatif baru yang tak kalah revolusioner, mobil hidrogen. Kendaraan ini menggunakan gas hidrogen sebagai sumber energi utama yang diubah menjadi listrik melalui proses kimia, menghasilkan nol emisi karbon dan efisiensi tinggi. Tidak mengherankan jika banyak pihak menyebut mobil hidrogen sebagai masa depan otomotif dunia.
Apa Itu Mobil Hidrogen dan Cara Kerjanya
Mobil hidrogen atau Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) adalah kendaraan yang mengandalkan sel bahan bakar untuk menghasilkan tenaga listrik. Prinsip kerjanya sederhana namun canggih. Hidrogen yang tersimpan dalam tangki bertekanan tinggi dialirkan ke dalam sel bahan bakar (fuel cell stack), di mana gas ini bereaksi dengan oksigen dari udara. Hasil reaksinya menghasilkan listrik untuk menggerakkan motor listrik, sementara satu-satunya sisa proses tersebut hanyalah uap air murni. Sederhananya, mobil hidrogen tetap menggunakan motor listrik seperti mobil listrik biasa, tetapi sumber dayanya bukan dari baterai besar melainkan dari reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen. Teknologi ini membuat mobil hidrogen menjadi lebih ringan, cepat diisi, dan memiliki jarak tempuh yang lebih jauh.
Beberapa produsen besar yang telah sukses menghadirkan mobil hidrogen di pasar global antara lain Toyota dengan Mirai, Hyundai dengan Nexo, dan Honda dengan Clarity Fuel Cell.
Baca Juga: Honda Super-ONE: EV Kompak Generasi Baru dengan Sensasi Berkendara yang Menggugah
Keunggulan Mobil Hidrogen Dibanding Mobil Listrik
Mobil hidrogen menawarkan banyak keunggulan dibanding mobil listrik berbasis baterai.
Pertama, pengisian bahan bakar yang jauh lebih cepat. Mengisi tangki hidrogen hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 5 menit, mirip dengan saat mengisi bensin di SPBU. Sementara itu, mobil listrik memerlukan waktu antara 30 menit hingga 6 jam tergantung kapasitas baterai dan jenis charger yang digunakan.
Kedua, jarak tempuhnya lebih jauh. Sebuah mobil hidrogen mampu menempuh hingga 600–800 kilometer dalam sekali pengisian penuh, sedangkan sebagian besar mobil listrik hanya sanggup menempuh sekitar 300–500 kilometer.
Ketiga, mobil hidrogen lebih ramah lingkungan karena hanya mengeluarkan uap air tanpa gas buang berbahaya. Tidak ada emisi karbon dioksida, nitrogen oksida, atau partikel berbahaya lainnya. Dengan demikian, mobil hidrogen benar-benar memberikan kontribusi nyata terhadap pengurangan polusi udara dan perubahan iklim.
Selain itu, karena tidak bergantung pada baterai besar, bobot mobil hidrogen cenderung lebih ringan. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan efisiensi dan performa kendaraan, terutama saat digunakan untuk perjalanan jarak jauh.
Baca Juga: Jangan Asal Isi! Ini Cara yang Tepat Memilih Bahan Bakar untuk Motormu
Teknologi Fuel Cell: Jantung Mobil Hidrogen
Salah satu komponen paling penting pada mobil hidrogen adalah fuel cell stack. Di sinilah terjadi reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan energi listrik. Proses ini dikenal sebagai elektrokimia, bukan pembakaran seperti pada mesin konvensional. Teknologi fuel cell modern kini sudah sangat efisien. Bahkan efisiensi konversi energinya bisa mencapai 60 hingga 70 persen, jauh lebih tinggi dibanding mesin bensin yang rata-rata hanya mencapai 30 persen. Selain itu, material penyusun fuel cell kini semakin canggih. Jika dulu membutuhkan platinum mahal sebagai katalis, kini banyak produsen beralih ke bahan alternatif yang lebih terjangkau namun tetap tahan lama. Toyota dan Hyundai telah berhasil mengembangkan generasi ketiga fuel cell yang lebih ringkas, lebih kuat, dan mampu digunakan hingga 500.000 kilometer tanpa penggantian komponen utama. Ini menandakan bahwa mobil hidrogen semakin siap untuk digunakan secara massal.
Tantangan Pengembangan Mobil Hidrogen
Meski memiliki banyak keunggulan, pengembangan mobil hidrogen masih menghadapi beberapa tantangan besar.
Tantangan pertama adalah keterbatasan infrastruktur pengisian bahan bakar. Hingga kini, Indonesia belum memiliki stasiun pengisian hidrogen publik. Sementara di Jepang, Jerman, dan Korea Selatan, pembangunan infrastruktur ini sudah berjalan pesat.
Kedua, biaya produksi hidrogen masih tergolong tinggi. Sebagian besar hidrogen yang diproduksi saat ini berasal dari gas alam menggunakan proses reformasi, yang menghasilkan emisi karbon. Untuk menghasilkan hidrogen ramah lingkungan melalui elektrolisis air, dibutuhkan energi listrik besar — dan sumber energi tersebut harus berasal dari energi terbarukan agar benar-benar hijau.
Ketiga, harga kendaraan masih tinggi. Mobil hidrogen seperti Toyota Mirai atau Hyundai Nexo masih dijual di atas Rp1 miliar, menjadikannya belum terjangkau bagi kebanyakan konsumen.
Keempat, keamanan penyimpanan hidrogen juga menjadi perhatian. Hidrogen adalah gas yang sangat mudah terbakar sehingga perlu sistem tangki dan distribusi bertekanan tinggi yang benar-benar aman.