Realitasonline.id - Tapanuli Selatan | Penyelesaian konflik lahan antara masyarakat dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali dibahas serius melalui zoom meeting antara Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara (Sumut), Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Tapsel dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan dengan Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel) H Gus Irawan Pasaribu, di ruang kerja Bupati Tapsel, Senin (15/9/2025)
Dalam rapat melalui zoom meeting tersebut Pemerintah Daerah bersama Kanwil BPN Sumut, Kantah Tapsel dan BPKH Wilayah I Medan, menyepakati langkah konkret melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Bupati Tapsel H Gus Irawan Pasaribu menegasan, persoalan lahan di Area Penggunaan Lain (APL) dalam konsesi PT TPL seharusnya sudah selesai secara hukum maupun kebijakan.
Bupati menegaskan, Pemkab Tapsel memiliki dasar kuat melalui Perda RTRW Sumut No.02 Tahun 2017 dan Perda RTRW Tapsel No.05 Tahun 2017 yang jelas-jelas mengatur pemanfaatan lahan APL untuk sawah, perkebunan, pemukiman, serta fasilitas sarana dan prasarana umum.
Baca Juga: Bupati dan Wakil Bupati Tapsel Tinjau Program MBG di SDN 101216 Situmba
" Bagi saya, konflik lahan di areal konsesi PT TPL ini sudah clear and clean. Kalau sudah APL, maka BPN tidak ada alasan untuk menahan pelayanan pertanahan. Sertifikat bisa dan harus diterbitkan bagi masyarakat. Tidak boleh ada lagi kesan masyarakat dihalang-halangi, " tegas Gus Irawan.
Ia menyinggung sikap BPN Tapsel, yang seolah masih ragu dalam menerbitkan sertifikat, meski sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama Forkopimda, BPN, TPL dan stake holder lainnya. Menurutnya, keragu-raguan itu justru membuka ruang konflik baru di masyarakat.
" Padahal, PT TPL juga tidak keberatan meskipun APL tersebut berada dalam izin konsesi mereka. Mereka tahu diri karena izin mereka hanya sebatas mengelola hutan produksi. Sementara APL sejak 2014 sudah keluar dari status hutan produksi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menunda sertifikasi, " lanjutnya.
Bupati menekankan, solusi legal permanen berikutnya untuk menuntaskan penyelesaian konflik ini adalah memasukkan lahan hutan produksi ke dalam program TORA.
Ia mengungkap, sebelumnya sudah ada sekitar 13.000 Hektar yang masuk dalam peta indikatif penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan di seluruh wilayah Tapsel, namun, realisasinya terhambat karena keterbatasan APBN dan di APBD juga tidak ditampung sehingga program TORA ini belum jalan.
Baca Juga: Agar Tepat Sasaran, Bupati Safaruddin Minta Peran Aktif Camat dan Keuchik Terkait Pemutakhiran DTSEN