Realitasonline.id - Wina |Rencana teror oleh kelompok yang diduga berafiliasi dengan ISIS untuk menyerang konser musik Taylor Swift di Wina, Austria berhasil digagalkan oleh otoritas setempat.
Kelompok ini berencana untuk melakukan pembunuhan massal dengan menargetkan puluhan ribu penonton yang akan menghadiri konser tersebut.
Informasi ini diungkapkan oleh Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) yang melaporkan temuan mereka terkait rencana aksi terorisme ini.
Rencana serangan tersebut diungkap oleh Wakil Direktur CIA, David Cohen, saat berbicara pada KTT Intelijen dan Keamanan Nasional tahunan di Maryland, seperti yang dilaporkan oleh Associated Press pada Kamis (29/8).
Cohen menjelaskan bahwa kelompok terkait ISIS tersebut memiliki niat untuk membunuh sejumlah besar orang, termasuk kemungkinan warga Amerika yang hadir di konser Taylor Swift.
"Pihak mereka berencana untuk membunuh sejumlah besar orang, puluhan ribu orang di konser ini, termasuk saya yakin banyak warga Amerika," ujar Cohen dalam kesempatan tersebut.
Pihak berwenang Austria mengidentifikasi tersangka utama dalam kasus ini adalah seorang pria berusia 19 tahun asal Austria.
Ia diduga terinspirasi oleh ideologi ISIS dan berencana untuk menyerang penonton konser di luar stadion, tempat di mana lebih dari 30.000 penggemar diperkirakan akan berkumpul. Rencana serangan tersebut mencakup penggunaan pisau atau bahan peledak rakitan.
Selain itu, terdapat potensi ancaman terhadap 65.000 penonton lainnya yang berada di dalam stadion. Dalam penggerebekan di rumah tersangka, penyidik menemukan sejumlah zat kimia dan perangkat teknis yang diyakini akan digunakan untuk melakukan serangan tersebut.
Baca Juga: Jenazah Wanita Ditemukan bersama Bayi 9 Bulan di Dalam Rumah, Diduga Sudah 3 Hari !
Pengungkapan rencana ini tidak terlepas dari peran penting CIA dan kolaborasi dengan badan intelijen internasional lainnya.
Menteri Dalam Negeri Austria, Gerhard Karner, sebelumnya menyatakan bahwa bantuan dari badan intelijen lain sangat diperlukan dalam kasus ini.
Pasalnya, penyidik Austria tidak memiliki kewenangan untuk memantau pesan teks yang dianggap krusial dalam mengungkap rencana tersebut.