Realitasonline.id - Medan | Kasus pembakaran rumah wartawan Rico Sampurna Pasaribu pada Juli 2024 lalu tak kunjung selesai. Peristiwa geger itu telah menewaskan satu keluarga, yakni Rico beserta istri Efprida boru Ginting (48), anak SIP (12), dan cucunya LS (3) diduga Herman Bukit sebagai otak pelaku dari oknum berpangkat kopral satu.
Impunitas atau Sidang Koneksitas
Artha Sigalingging dari LBH Medan menjelaskan hal yang ganjal tentang kelanjutan kasus tersebut soal keterlibatan Herman Bukit.
Namun dia menyebutkan sampai hari ini Herman Bukit tak pernah menghadiri persidangan di pengadilan negeri Kabanjahe pada 10 dan 17 Februari 2025, padahal pemanggilan ini sudah disampaikan JPU (Jaksa Penuntut Umum) pada 3 Februari yang lalu.
"Selanjutnya perlu kita ketahui pemanggilan Koptu sudah dibunyikan dari tanggal 3 Februari itu jaksa penuntut umum menyampaikan di persidangan, bahwasannya pada persidangan selanjutnya memanggil 3 orang saksi yang mana salah satunya itu adalah Koptu HB," kata Artha Sigalingging dari LBH Medan, Medan (19/2/2025).
Foto: Sidang kasus pembakaran rumah wartawan Karo (Rico Sampurna Pasaribu) pada tanggal 3,10, dan 17 Februari 2025. Herman Bukit yang diduga sebagai otak pelaku tak terlihat hadir.
"Persidangan (pertama) tanggal 10, ternyata Koptu HB tidak menghadiri pemanggilannya dengan alasan yang tidak tahu kenapa," sambung Artha kepada Harian Realitas/realitasonline.id.
Artha juga menginformasikan dari persidangan kemarin, kalau Herman Bukit tersebut telah dipindahtugaskan dari Batalyon Simbisa ke Batalyon Galang.
"Ternyata Koptu dipindahkan di batalyon yang di Galang, jadi dia yang sebelumnya di Simbisa dipindahkan ke Galang," ungkap Artha.
Komentar KontraS Jakarta
Divisi Kontras Jakarta juga mengomentari Yahya menduga pihak TNI melindungi dan mengimpunitas kasus dugaan Herman Bukit sebagai otak pelaku.
"Dari kasus ini (terjadi) sampai ke persidangan dipersulit. Itu bentuk bagaimana bahwa mereka-mereka ini mencoba untuk melindungi, impunitas lagi dan tidak serius mengungkap
peristiwa ini," ungkap Yahya dari Divisi Kontras Jakarta, saat ditemui Harian Realitas/realitasonline.id di Aula Fakultas Hukum USU, Medan. Rabu kemarin, (19/2/2025).</>
Kasus penegakan hukum pembakaran rumah wartawan Karo (Rico Sampurna Pasaribu) menurutnya masih ada harapan. Namun dia mengkhawatirkan akan adanya sidang koneksitas terhadap kasus ini.
Hal itu dia alaskan kalau (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang oknum yang dimaksud diadili di peradilan militer bertentangan dengan undang-undang kehakiman Nomor 48 Tahun 2009.
"Koneksitas itulah yang harusnya kita tentang (menyelisihi). Karena menurut Undang-undang Kekuasan Kehakiman koneksitas itu gak ada. Harus diadili di sana satu peradilan, entah itu pengadilan umum atau pengadilan militer. Namun harus dilihat mana sisi kerugian yang paling banyak," pungkas Yahya.
Komentar Dosen Hukum Kota Medan
Selanjutnya kasus geger ini juga mengundang komentar dari Redyanto selaku pengajar (dosen) pendidikan hukum menyanggah kalau impunitas akan sangat mencederai keadilan bagi pihak korban.