kriminal

LBH Medan Laporkan Majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 ke KY, Ini Kasusnya

Senin, 10 November 2025 | 11:54 WIB
LBH Medan sebagai lembaga yang fokus terhadap Penegakan hukum dan HAM sekaligus kuasa hukum ibu korban menduga majelis hakim yang menangani perkara MHS melanggar kode etik

 

Realitasonline.id - Medan | Putusan Pengadilan Militer I/02 Medan melalui Majelis Hakim Letkol.ZS sebagai Hakim Ketua, Mayor IZ dan Mayor HW masing-masing sebagai Hakim Anggota dalam Perkara Register No: 67-K/PM.I-02/AD/VI/2025 pada tanggal 20 Oktober 2025, menyatakan Terdakwa Sertu Riza Pahlivi secara sah dan menyakin bersalah melakukan kealpaan/kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain.

Majelis hakim menghukum Terdakwa dengan 10 bulan Penjara dan memberikan restitusi kepada ibu korban. Putusan majelis hakim justru melukai rasa keadilan Lenny Damanik yang merupakan ibu kandung MHS (15 Tahun) dan masyarakat.

Pasca mendengar putusan hakim, Lenny Damanik tidak kuasa menahan tangis. Lenny juga tidak mendapatkan keadilan untuk kedua kalinya dikarenakan putusan hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang sangat ringan, bahkan lebih ringan dari maling ayam.

Keluarga korban yang mendengar putusan Majelis hakim, seketika histeri dan menangis, karena Terdakwa hanya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Bahkan mengatakan "Kalau begitu hukumanya maka akan membunuh semua orang".

Baca Juga: Kejati Sumut Diminta Periksa Kepsek dan Bendahara Sekolah MAN 1 Tanjung Pura terkait Dana BOS dan Dana Komite, Nomor Wartawan Diblok

 

Keluarga korban menduga adanya Kejanggalan dalam putusan a quo. Ketika majelis hakim dalam pertimbangan menyatakan tidak ditemukan jejas/ bekas luka pada tubuh korban.

Padahal tertuang dalam Putusan Jejas tersebut ditemukan dibagian Perut Korban, dan terdapat luka di kening korban diakibatkan jatuhnya korban dari rel ke bawah jembatan yang tingginya sekitar 2 meter.

Kejanggalan putusan semakin jelas ketika pertimbangan hukum lainnya menyatakan jika Terdakwa tidak melakukan penyerangan terhadap korban. Padahal menurut keterangan dari Saksi a.n. Ismail Syahputra Tampubolon yang melihat langsung jika korban diserang dan akibatnya terjatuh di sela rel.

Keterangan Ismail selaras dengan keterangan saksi Naura Panjaitan yang mengatakan jika ada terjadi pemukulan yang mengakibatkan seorang anak terjatuh di bawah rel. Namun dikarenakan Naura Panjaitan meninggal dunia sehingga tidak dapat dihadirkan dalam persidangan.

Secara hukum kejanggalan kasus MHS terlihat jelas ketika Sertu Riza Pahlivi tidak ditahan sejak proses penyidikan dan penuntutan. Padahal perbuatan terdakwa telah menyebabkan kematian anak dibawah umur.

Tidak hanya itu, secara terang benderang hukum telah dipermainkan ketika Oditur Militer melalui Letkol M. Tecki Waskito, SH.,MH yang seharusnya memperjuangkan keadilan terhadap korban hanya menuntut terdakwa 1 (satu) tahun penjara.

Ibu korban menilai tuntutan Oditur Militer sangat tidak sebanding dengan perbuatan Terdakwa. Bahkan tuntutnya sangat jauh dari acaman hukuman 15 Tahun Penjara sebagaimana yang diatur dalam pasal 76 c jo 80 Ayat (3) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Halaman:

Tags

Terkini