kriminal

Melawan Kritik, Wakil Ketua DPRD Binjai Diduga Ancam Anggota Dewan, Sumpah Jabatan Dipertanyakan Demokrasi Lokal Terancam

Selasa, 2 Desember 2025 | 16:04 WIB
Rapat gabungan DPRD Kota Binjai. (Realitasonline.id/Dok)

Realitasonline.id - KOTA BINJAI | Dugaan praktik intimidasi kekuasaan mengguncang DPRD Kota Binjai. Wakil Ketua II DPRD Binjai Hairil Anwar (Fraaksi PKS), diduga menggunakan instrumen administratif sebagai alat tekanan politik dalam Rapat Gabungan Komisi terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah APBD Kota Binjai Tahun Anggaran 2026, yang digelar pada Sabtu (29/11/2025).

Insiden tersebut terjadi dalam rapat resmi lembaga legislatif dan memicu aksi walk out dari Sekretaris Komisi A DPRD Binjai Fitri Mutiara Harahap (PAN) bersama anggota DPRD lainnya, Firdaus (Fraksi Demokrat).

Peristiwa bermula usai skors rapat untuk salat Zuhur sekitar pukul 13.00 WIB ketika pembahasan memasuki agenda alot terkait alokasi anggaran pengamanan pimpinan DPRD senilai Rp600 juta.

Baca Juga: 90’s FC Padangsidimpuan Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Tapsel

Anggaran tersebut meliputi pengadaan tenaga pengamanan beserta komponen gaji hingga gaji ke 13 dan ke 14.

Dalam forum tersebut, Fitri Mutiara Harahap menyampaikan pandangan kritis bahwa anggaran dimaksud berpotensi mubazir dan tidak sejalan dengan prinsip efektivitas serta kepentingan publik.

Namun berdasarkan keterangan peserta rapat, kritik tersebut justru dibalas dengan pernyataan bernada ancaman dari Wakil Ketua DPRD. Hairil Anwar diduga menyatakan tidak akan menandatangani Surat Perintah Tugas (SPT) bagi anggota DPRD yang tidak menyetujui kebijakan anggaran tersebut.

Ancaman inilah yang kemudian memicu reaksi keras dan berujung pada keluarnya Fitri Mutiara Harahap dan Firdaus dari ruang rapat sebagai bentuk protes terbuka.

Baca Juga: Anggota DPRD Taput Ferry Silitonga Salurkan Tali Kasih Kepada Warga Siualuompu

Tindakan yang diduga dilakukan Wakil Ketua II DPRD Kota Binjai tersebut menuai sorotan tajam karena bukan hanya menyentuh aspek etika persidangan, tetapi juga substansi sumpah/janji jabatan anggota DPRD, yang mewajibkan mendahulukan kepentingan rakyat serta menjunjung tinggi demokrasi dan musyawarah.

Menurut LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Kota Binjai, jika dugaan tersebut terbukti, maka perbuatan tersebut tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran biasa, melainkan pelanggaran etik berat, dengan empat indikator utama:

1. Terjadi dalam forum resmi DPRD, sehingga mencederai marwah lembaga perwakilan rakyat.

2. Dilakukan oleh pimpinan DPRD, yang seharusnya menjadi teladan etika, bukan sumber tekanan.

3. Berpotensi membungkam kebebasan berpendapat anggota DPRD dan mengebiri fungsi representasi fraksi.

4. Menggunakan instrumen administratif (SPT) sebagai alat tekanan politik, mencampuradukkan kewenangan struktural dengan kepentingan kebijakan substantif.

Halaman:

Tags

Terkini