Realitasonline.id| MEDAN - Sejak pertamakali diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknolodi dan Pendidikan Tinggi Nadiem Makarim, program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) menjadi primadona bagi mahasiswa Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Banyak mahasiswa memburu program ini karena ingin merasakan atmosfer pendidikan dan kebudayaan berbeda dengan kuliah di luar negeri.
Tak terkecuali di USU. Setiap tahun, program ini banyak diikuti ratusan mahasiswa, namun karena ketatnya proses seleksi hanya puluhan yang berhasil lolos.
Tahun 2021, USU berhasil meloloskan 5 mahasiswa. Tahun 2022, 10 mahasiswa, kemudian tahun 2023 ada 9 mahasiswa. Tahun 2024, meningkat menjadi 15 mahasiswa.
Grafik peningkatan mahasiswa yang lolos IISMA itu menandakan kualitas mahasiswa USU semakin baik hingga mampu menjadi awardee program IISMA yang merupakan dambaan banyak mahasiswa se-Indonesia.
Aisah Fahrani dari Program Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya (FIB) adalah salah satu dari 15 mahasiswa yang tahun ini berkesempatan merdeka belajar ke luar negeri melalui program IISMA, tepatnya ke National Taiwan University of Science and Technology, Taiwan.
Ia senang bukan kepalang saat mengetahui berhasil menaklukkan proses seleksi IISMA.
Aisah menceritakan tak mudah melalui tahapan seleksi Program IISMA. Banyak aral melintang, salah satunya adalah menembus tes TOEFL, IELTS atau Duolingo.
Selain tesnya yang sulit, biaya yang dikeluarkan juga tak sedikit. “Banyak awardee yang harus berkali-kali tes demi bisa mendapatkan hasil yang memuaskan,” kisahnya.
Senada juga diungkapkan Vanness Cantona, mahasiswa Program Studi Sastra Inggris, FIB USU yang lolos ke Michigan State University, Amerika Serikat.
Selain tes Bahasa Inggris, kesulitan lainnya adalah ia harus menulis essay yang bagus, relevan dan berkesan. Essay yang bagus adalah kunci pertama untuk bisa lolos seleksi tahap pertama.
Pada proses pembuatan essay, Vannes mengaku melakukan persiapan dan riset selama sebulan lebih. “Lelah pastinya, tapi demi mewujudkan mimpi, selalu ada kalimat pantang mundur,” ujarnya.
Cerita berbeda dialami Hilmi Muthahhari Situmorang, mahasiswa Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).