"Apalagi, jargon kami adalah 'Medan Butuh Profesor' yang diusung oleh pasangan Ridha Dharmajaya-Abdul Rani membuat masyarakat mengetahui bahwa ada seorang profesor yang ikut berkompetisi di Pilkada Medan," ungkapnya.
Jika nanti gelar profesor di kertas suara tidak ada, kan bisa membingungkan masyarakat, bisa gak jadi nyoblos Prof Ridha-Rani, ungkapnya lagi.
Menurut Bendahara DPC PDIP Medan ini, profesor adalah gelar guru besar yang diperoleh dengan perjuangan berat dan mempertanggungjawabkan penelitian.
Gelar tersebut tidak boleh dikaitkan dengan status Prof Ridha sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Beliau kan sudah mundur sebagai PNS, tidak ada kaitan PNS dengan gelar profesor, gelar itu melekat sampai akhir hayat, kenapa harus dicoret hanya karena nyalon kepala daerah, itu tidak benar," ungkap Boydo.
Mantan anggota DPRD Medan periode 2014-2019 ini mencontohkan, Cawapres Prof Mahfud MD saja ketika nyapres berpasangan dengan Ganjar Pranowo gelar profesornya tetap melekat, tidak dicoret dari kertas suara.
Ketua Bawaslu Medan David Reynold Tampubolon membenarkan adanya pengaduan Prof Ridha ke Bawaslu, Sabtu (28/9).
Namun mereka (Bawaslu) belum merapatkan pengaduan tersebut, apakah layak diregistrasi atau tidak.
"Kami rapatkan dulu bersama komisoner Bawaslu lainnya," kata David reynold kepada wartawan.
Ketua KPU Medan Mutia Atiqa kepada wartawan mengatakan belum menerima pengaduan tersebut dari Bawaslu.
"Kita lihat dulu apa materi pengaduan mereka baru kita beri tanggapan," kata Mutia.