Narasi ini kemudian disebar melalui berbagai kanal media sosial dan pendukung politik Gubernur Bobby Nasution, seolah-olah ia tengah "menyelamatkan" keuangan daerah dari kesalahan pendahulunya.
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan menilai
langkah komunikasi seperti itu justru menjadi blunder politik. Selain karena data fiskal resmi menunjukkan utang itu terbentuk di tahun 2023.
Menurutnya, narasi menyelamatkan warisan Edy malah menimbulkan kesan bahwa Pemprov Sumut di bawah Bobby sedang membangun citra super hero dengan cara membusukkan pendahulunya.
Dia mengatakan pola seperti ini mencerminkan gaya komunikasi politik yang manipulatif dan reaktif bukan berbasis transparansi data.
"Kalau memang Bobby ingin tampil sebagai pemimpin solutif, harusnya dia tunjukkan data utangnya kapan muncul, bukan melempar fitnah ke era Edy," ujar
Sutrisno saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/10).
Lebih jauh lagi, jika ditelusuri dari sisi keuangan, tidak ada satu pun dokumen keuangan Pemprov Sumut pada tahun 2018-2022 yang menyebut adanya utang DBH belum dibayar ke kabupaten/kota.
Sebaliknya, data CaLK 2023 justru menjadi pertama kalinya tercatat saldo utang belanja DBH dengan nilai lebih dari Rp 1,38 triliun. Dengan begitu, tudingan bahwa utang Rp 2,2 triliun merupakan "warisan Edy" terbukti tidak berdasar.
"Yang lebih penting, publik kini justru menuntut klarifikasi dari tim media Pemprov Sumut siapa yang menyusun narasi tersebut, dan atas dasar data apa klaim itu disebarkan," sebutnya.
Tahun Anggaran Posisi Gubernur Catatan Utang DBH (berdasarkan dokumen resmi)
•2018-2022 Edy Rahmayadi Tidak tercatat saldo utang DBH dalam CaLK Tidak ditemukan kewajiban tertunda
•2023 Pj Gubernur Hassanudin (sejak Sept) Rp 1,387,950,346,209 (CALK 2023 Audited) Mulai tercatat sebagai utang DBH
•2024 Pj Gubernur Agus Fatoni ± Rp 2,2 triliun (akumulasi 2023–2024, berdasarkan rilis media) Dibayar sebagian di 2025 oleh Bobby Nasution
Dengan data yang ada, lanjut Sutrisni
sangat jelas bahwa utang DBH Sumut bukanlah warisan Edy Rahmayadi, melainkan muncul di masa transisi pemerintahan pasca-September 2023.
"Upaya Pemprov Sumut menuding masa lalu justru memperlihatkan pola komunikasi defensif bukan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap fakta," ungkapnya.