MEDAN – realitasonline.id| Sumatera Utara (Sumut) merupakan satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang memilki luas wilayah perkebunan kepala sawit cukup besar. Sumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2020, luasnya sekitar 1,325 juta hektare. Kondisi tersebut dianggap potensial untuk bisa diintegrasikan dengan pengembangan atau budidaya sapi potong sebagai upaya menciptakan ‘simbiosis mutualisme’ dua sektor.
Dalam pengembangannya, kehadiran perkebunan kelapa sawit memberikan dampak negatif bagi keberadaan lahan hijau. Sebab, selain jenis tanamannya tahunan, juga tidak mendukung pertumbuhan tanaman produksi lainnya di sekitar kebun. Atau dengan kata lain, tumbuhan ini tidak tumpang sari, dimana pemanfaatan lahannya hanya untuk satu jenis pohon saja.
Upaya mencari potensi pemanfaatan dari keberadaan kebun kelapa sawit oleh Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, disusun dengan jalan mengintegrasikannya bersama sektor peternakan, terutama sapi potong. Perwujudannya kemudian disiapkan dengan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Integrasi Peternakan Sapi dan Kebun Kelapa Sawit kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, Kamis (27/1) di Aula Gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol Medan.
Konsep sederhananya, menurut Gubernur, bahwa meskipun perkebunan kelapa sawit tidak memberikan peluang untuk pertumbuhan tanaman produksi seperti palawija yang usianya singkat, namun di sekitarnya masih ditumbuhi rerumputan yang masih mudah ditemui di banyak lokasi perkebunan. Bahkan tidak jarang yang menjadikan lahan seperti itu, sebagai tempat untuk menggembalakan ternak, baik kambing maupun sapi dan kerbau.
“Di lahan kebun sawit biasanya tumbuh rumput yang merupakan makanan hewan ternak. Ini menjadi satu potensi melakukan integrasi lahan kebun sawit dengan peternakan sapi, karena dapat mengurangi biaya untuk pangan bagi peternak dan sisi lain, pekebun dapat memanfaatkan kotoran sapi menjadi pupuk,” ujar Gubernur.
Dengan terintegrasinya kebun kelapa sawit, Gubernur mengharapkan langkah tersebut dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat, yang ditargetkan meningkatkan produksi daging yang bermuara pada pemenuhan kebutuhan masyarakat Sumut terhadap daging. Untuk itulah, katanya, perlu ada aturan yang mengatur hal tersebut, sehingga upaya pengembangan dua sektor yang diharapkan menjadi simbiosis mutualisme ini bisa berjalan maksimal dengan dukungan penuh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
“Dengan adanya peraturan daerah yang mengatur sebagai dasar hukum, membuat para stakeholder bisa dan mau untuk melakukan integrasi peternakan sapi dan kebun kelapa sawit. Inilah yang menjadi dasar kami berinisiatif untuk mengajukan Ranperda dimaksud,” pungkas Edy.