“Kemudian, membuat media siber ini tidak mudah. Harus punya jaringan – jaringan yang sangat luas. Jangan hanya membuat media online dan isi beritanya copy paste. Bisa bapak ibu membuat media online dengan biaya Rp 15.000.000,- namun belum tentu isi dalam media online tersebut kualitasnya bagus dan mengikuti ketentuan ketentuan undang – undang pers,” paparnya.
Lanjutnya, peraturan – peraturan Dewan Pers untuk menjadi wartawan saat ini ada tiga bagian yang wajib di lakukan, yakni Uji Kompetensi Wartawan (UJW) Muda sebagai reporter, wartawan Madya sebagai redaktur, dan wartawan Utama sebagai pimpinan redaksi atau penanggungjawab.
“Jadi menjadi wartawan itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Harus tiga bagian itu wajib di jalani untuk menjadi wartawan yang profesional,” ujarnya.
Hal yang sama di katakan, Drs M. Syahrir, M,.I,. Kom mengatakan hal yang menjadi roh wartawan adalah kompetensi. “Jangan anda klaim wartawan apa bila berita anda copy paste. Jadi, wartawan itu harus bisa menulis dengan mengikuti undang – undang pers dan bukan suka salin berita orang,” tegasnya.
Tugas wartawan itu, lanjutnya, adalah mencari berita, dan bukan sebagai penegak hukum. “Jangan seperti kejadian di Banten, seorang wartawan menyetop mobil yang menggunakan plat merah. Kemudian mengatas namakan dirinya sebagai wartawan dan melakukan wawancara dengan pertanyaan mengapa menggunakan mobil dinas di hari Mingggu. Nah, seperti ini jangan di contoh yang tidak benar.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Kehormatan (DKP) PWI M Syahrir menyampaikan hal senada soal integritas wartawan. Mantan Ketua PWI ini memberi contoh, betapa dunia bisa diguncang dengan sebuah berita bila wartawan benar-benar bekerja secara profesional. "Wartawan Washington Post sudah memberi kita pelajaran betapa profesionalitas wartawan sangat berarti, bahkan bagi sebuah negara," ujarnya. (AL)