Realitasonline.id - MEDAN | Terungkap dalam forum akademik bertajuk USU BerSUARA: Luruskan NURANI Bangsa, rasa kepritahinan mendalam disampaikan Guru Besar USU.
Sebanyak 21 Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan keprihatinan mereka terhadap arah kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional.
Forum akademik itu digelar di Pendopo FK USU, Selasa (20/5/2025).
Baca Juga: Mobil Listrik China Banjiri Indonesia 2025: Ancaman atau Harapan Baru?
Forum ini menjadi wadah reflektif sekaligus pernyataan moral sivitas akademika terhadap tantangan serius yang tengah mengancam mutu pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan di Indonesia.
Dekan FK USU Prof Dr dr Aldy Safruddin Rambe SpS(K) mengatakan sikap para Guru Besar bukan semata bentuk reaksi institusional, melainkan manifestasi tanggung jawab moral para pendidik terhadap mutu dokter yang akan melayani masyarakat.
“Jika kualitas dokter menurun, maka masyarakatlah yang paling terdampak. Kami tidak ingin mencetak lulusan yang tidak kompeten. Ini bukan hanya soal akademik, tapi juga amanah kemanusiaan,” ujar Prof Aldy.
Pernyataan resmi para Guru Besar dibacakan oleh Prof dr Guslihan Dasatjipta SpA(K) yang bertindak sebagai juru bicara Dewan Guru Besar FK USU.
Baca Juga: DPRD Langkat Inisiasi Bentuk Pansus Perizinan
Dalam pernyataannya, Prof Guslihan mengkritisi sejumlah kebijakan Menkes RI Kementerian Kesehatan yang dinilai mengganggu stabilitas dan kemandirian pendidikan kedokteran di tanah air.
“Selama lebih dari 50 tahun, kami mendidik dokter dengan standar tinggi. Kini, pengajar kami dipindahkan secara sepihak tanpa dialog. Ini bukan hanya merusak ekosistem pendidikan, tapi juga membahayakan keselamatan pasien,” ungkapnya.
Poin krusial dalam pernyataan tersebut mencakup penolakan terhadap intervensi birokratis yang melemahkan independensi pendidikan kedokteran, pemutusan hubungan tenaga pendidik dengan rumah sakit pendidikan, serta pengambilalihan fungsi kolegium dokter spesialis oleh pihak non-akademik.
Para Guru Besar menegaskan pendidikan kedokteran tidak bisa dipisahkan dari praktik klinis langsung di rumah sakit pendidikan, dan selama ini kolaborasi antara institusi pendidikan dan rumah sakit berjalan harmonis.
Namun, kebijakan terkini justru berpotensi memutus kesinambungan tersebut tanpa pertimbangan akademis yang memadai.
“Ada ketimpangan peran yang makin tajam antara Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan tinggi. Prosesnya tidak transparan, dan keputusan diambil tanpa keterlibatan yang seharusnya,” tegas Prof. Guslihan.