medan

Sumatera Utara Tertinggi Jumlah Konflik Agraria di Indonesia, Ini Langka Strategis Pemprov Sumut Atasi Persoalan Secara Damai

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 00:43 WIB
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dan Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Sumut Konferensi Pers terkait isu pertanahan di Sumatera Utara, di Lobby Dekranasda Lantai 1 Kantor Gubernur Sumut, Jumat (17/10/2025). (Realitasonline.id/Komnfo Sumut/Munawar Harahap)

 

Realitasonline.id - MEDAN | Pemprov Sumut optimalkan upaya penyelesaian konflik agraria yang masih menjadi persoalan serius di berbagai kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Sejumlah langkah strategis telah dilakukan, antara lain pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), mendorong penyelesaian batas desa dan kelurahan, pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah, serta pembentukan Tim Inventarisasi Konflik Agraria.

Hal tersebut disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumut Basarin Yunus Tanjung dalam temu pers yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut di Lobby Dekranasda Kantor Gubernur Sumut, Jumat (17/10/2025).

Baca Juga: Fraksi NasDem DPRD Minta Kapolda Sanksi Oknum Polisi Salah Tangkap Terhadap Iskandar

Menurut Basarin, Sumut merupakan salah satu provinsi dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia.

“Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 133 kasus konflik di Sumut yang mencakup sekitar 34 ribu hektare lahan dan berdampak terhadap lebih dari 11 ribu kepala keluarga,” jelasnya.

Ia menjelaskan, konflik agraria umumnya terjadi antara masyarakat dengan perusahaan yang memegang hak konsesi seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), maupun Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Permasalahan timbul karena proses pelepasan lahan dari masyarakat ke perusahaan tidak dilakukan secara transparan dan adil.

Selain itu, tumpang tindih kepemilikan tanah akibat perpindahan hak yang tidak jelas juga memperparah situasi.

Basarin turut menyinggung sejarah panjang persoalan tanah di Sumut yang berakar sejak masa kolonial Belanda tahun 1870, khususnya di wilayah perkebunan pantai timur.

Saat itu tanah-tanah milik para sultan diberikan sebagai konsesi kepada perusahaan Belanda.

Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan, Pemprov Sumut Kembangkan Kawasan Unggulan Perikanan Tangkap dan Budidaya

Sementara itu di wilayah pantai barat dan pegunungan Bukit Barisan, tanah merupakan hak ulayat masyarakat adat yang digunakan untuk pertanian.

Lebih lanjut, Basarin mencontohkan salah satu penyelesaian konflik agraria yang berhasil dilakukan Pemprov Sumut di Desa Mbal-Mbal Petarum, Kecamatan Lau Baleng, Kabupaten Karo.

Halaman:

Tags

Terkini

Kota Medan Kirim 5 Armada Damkar ke Aceh Tamiang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43 WIB

UMP Sumut 2026 Naik 7,9 Persen Kini jadi Rp3.228.971

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:07 WIB