Penulis: Ns.Evi Metti Purba, S.Tr,.Kep. dan Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp.,MNS (Program Magister Ilmu Keperawatan F.Kep. USU)
Realitasonline.id - Kesehatan bukan hanya urusan Rumah Sakit dan obat-obatan, tetapi cerminan dari cara hidup, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap
dirinya sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang baru menyadari pentingnya kesehatan ketika penyakit datang.
Padahal, menjaga jauh lebih mudah daripada mengobati. Di tengah kondisi sosial yang semakin kompleks, perawat komunitas hadir sebagai garda terdepan dalam menjembatani ilmu kesehatan dengan kehidupan nyata masyarakat.
Mereka tidak hanya memberikan pelayanan medis, tetapi juga menjadi sahabat,
pendengar, dan pendamping bagi masyarakat dalam mengenali serta
mengatasi masalah kesehatannya sendiri.
Upaya ini diwujudkan melalui edukasi kesehatan berbasis komunitas yang berfokus pada peningkatan pengetahuan, perubahan perilaku, dan pembentukan kemandirian.
Edukasi ini bukan sekadar transfer informasi, tetapi proses pemberdayaan agar
masyarakat mampu mengambil keputusan yang tepat untuk kesehatannya.
Melalui penyuluhan, diskusi kelompok, hingga kunjungan rumah, perawat
menanamkan kesadaran bahwa setiap individu memiliki peran aktif dalam
menjaga kesehatannya dan keluarganya.
Baca Juga: Kapolri: Ojol Bukan Sekadar Pengemudi, Tapi Penggerak Kamtibmas dan Ekonomi Rakyat
Pendekatan ini sejalan dengan Teori Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) oleh Dorothea Orem, yang menekankan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri (self-care).
Dalam praktiknya, perawat berperan membantu masyarakat ketika kemampuan itu
belum sepenuhnya berkembang, dengan tujuan membangun kemandirian.
Dengan demikian, perawat bukan sekadar penyembuh, tetapi fasilitator
perubahan.
Melalui penerapan teori ini, perawat membantu masyarakat mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan, memahami penyebabnya, serta menguatkan kemampuan mereka dalam membuat keputusan sehat.