Situasi-situasi itu mengingatkan kita bahwa keperawatan bukan tentang “melakukan sesuatu pada tubuh”, tetapi menemani manusia di masa paling genting dalam hidupnya.
Baca Juga: Generasi Lemas: Mengungkap Fakta Anemia Remaja di Indonesia
Keberadaan Perawat, Kehadiran yang Tidak Selalu Tertulis di SOP
Kadang-kadang yang dibutuhkan pasien bukan lagi teknik atau alat medis, tetapi kehadiran yang mengangkat martabat mereka sebagai manusia. Ketika perawat menggenggam tangan pasien yang gelisah, atau menarik selimut dengan lembut, atau mendengarkan tanpa menginterupsi. Itu bukan hal yang tercatat di lembar asuhan, tetapi di sanalah keperawatan menemukan hatinya, pasien mungkin tidak ingat berapa miligram obat yang diberikan, tapi mereka ingat rasa aman ketika ada seseorang yang hadir tanpa menghakimi.
Realitasnya, Perawat juga Manusia
Tentu saja, melihat pasien sebagai manusia seutuhnya tidak mudah. Perawat juga lelah, perawat juga punya masalah di rumah, perawat juga menangis di ruang ganti ketika hari terlalu berat. Tetapi justru karena perawat adalah manusia yang merasakan, mereka bisa memahami pasien lebih dalam daripada yang sering mereka sadari. Di tengah tuntutan yang berat, jika perawat masih bisa melihat pasien sebagai manusia utuh, bukan objek perawatan, itu bukan hal kecil. Itu adalah bentuk kemanusiaan yang bertahan di tengah tekanan sistem.
Hakkat Keperawatan, Pertemuan Dua Keberadaan
Pada akhirnya, keperawatan bukan sekedar profesi yang bekerja dengan tubuh, keperawatan adalah pertemuan, pertemuan antara keteradaan perawat cian keberadaan pasien Saling melihat, saling hadir, saling menguatkan. Di situlah realitas terdalam muncul bahwa penyembuhen bukan hanya soal mecis, tetapi juga soal memulihkan harapan, martabet, dan rasa menjadi manusia.