Realitasonline.id | Mungkin kita sering melihat laki-laki yang ada di sekitar kita menangis.
Contohnya seperti pemain bola ketika menang pasti bakalan ada pemain bola yang menangis.
Hal itu menyadarkan kita bahwa real man do cry. Wajar jika laki-laki mengekspresikan dirinya secara emosional saat sedih seperti menangis.
Tapi, kenapa selama ini laki-laki sering dipersepsikan tidak boleh menangis dan mengekspresikan emosinya?
Toxic masculinity adalah istilah yang menggambarkan sikap maskulin negatif yang berlebihan.
Dalam konstruksi budaya patriarki, laki-laki dituntut untuk bersikap dominan agresif hingga menekan ekspresi emosionalnya.
Tidak jarang, laki-laki yang sangat ekspresif seringkali dianggap lemah.
Stereotipe yang dilekatkan kepada laki-laki melalui toksik maskulinity membuat Mereka cenderung menyembunyikan emosinya dan tidak dapat menjadi dirinya sendiri.
Akibat dari toxic masculinity:
1. Tidak dapat mengelola emosi dengan baik sehingga berisiko munculnya depresi dan gangguan psikologis lainnya.
2. Sulit membangun hubungan yang kuat dan penuh kasih dengan pasangan.
3. Muncul perasaan-perasaan negatif yang berkaitan dengan fungsi sosial seperti terus merasa kesepian.
Jadi, jika kita melihat laki-laki menangis itu bisa mengurangi hormon kortisol atau stres.