Realitasonline.id | Saat ini, banyak perusahaan yang menerapkan sistem kerja hybrid atau work from home (WFH). Sistem ini memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah beberapa hari dalam seminggu.
Namun, sistem ini juga membuka peluang bagi beberapa karyawan yang mencoba mengakali pengawasan perusahaan.
Contohnya adalah kejadian di Wells Fargo, bank raksasa asal Amerika Serikat, yang baru-baru ini memecat puluhan karyawan karena ketahuan berpura-pura bekerja menggunakan alat khusus.
Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia, banyak perusahaan, termasuk Wells Fargo, yang menerapkan kebijakan WFH untuk menjaga produktivitas karyawan.
Baca Juga: Bule Asal Denmark Ini Perbaiki Jembatan Hingga Ikut Galang Dana di Wakatobi
Untuk memastikan karyawan benar-benar bekerja, perusahaan menggunakan berbagai alat canggih untuk memantau aktivitas mereka.
Alat ini bisa melacak penekanan tombol, pergerakan mata, mengambil tangkapan layar, dan mencatat situs web yang dikunjungi.
Namun, beberapa karyawan 'nakal' ini menggunakan alat bernama 'mouse jigglers'. Alat ini bisa membuat mouse komputer bergerak secara acak sehingga layar komputer tetap aktif meskipun pengguna tidak bekerja.
Alat ini sangat populer di berbagai situs e-commerce seperti Amazon, dengan harga tidak lebih dari $10 atau sekitar Rp164.360 (kurs Rp 16.436/dolar AS).
Wells Fargo belum menjelaskan secara detail bagaimana mereka mengungkap kecurangan ini. Namun, dalam laporan mereka kepada Otoritas Regulasi Industri Keuangan AS, disebutkan bahwa puluhan karyawan dipecat karena ketahuan berpura-pura kerja menggunakan alat pemalsu aktivitas.
Baca Juga: Babak 16 Besar Euro 2024, Timnas Italia Siap Hadapi Swiss
BBC juga mengonfirmasi setidaknya ada enam kasus karyawan dipecat setelah dilakukan peninjauan, dan satu karyawan yang mengundurkan diri saat diperiksa perusahaan.
“Wells Fargo menjunjung standar tertinggi bagi karyawannya dan tidak menoleransi perilaku tidak etis," tegas juru bicara Wells Fargo.
Pandemi memang mengubah cara kerja banyak perusahaan. Namun, setelah pandemi mereda, beberapa perusahaan besar meminta karyawan mereka untuk kembali bekerja di kantor.