Mendadak perasaanku menjadi tidak nyaman. Sepertinya pak Salundik hendak mengenalkanku pada calon besan dan menantunya.
Cilaka, batinku. Dalam beberapa minggu kedepan aku akan terpuruk dalam sakitnya penderitaan asmara.
Tapi aku tak gentar, apapun akan kuhadapi agar Sarunai menjadi jodohku.
Begitu melihatku datang, tiga pria tadi bergegas menuruni tangga dengan wajah lega. Segera kuparkir motor dibawah pohon jambu dan bergegas menghampiri mereka yang sepertinya tidak sabar menunggu.
"Kasno, antar saya ke seberang, ya!?" seloroh pak Salundik tanpa basa basi.
"I-inggih pak," jawabku terbata.
"Motorku sedang rusak, jadi aku minta tolong antarkan ke desa seberang, desa Sei Bahandang."
"Inggih pak, tidak masalah."
Rupanya bapak-bapak tadi adalah tamunya pak Salundik. Yang tua namanya pak Gerson, mantan pambakal(kepala desa) yang gagal kembali menjabat pada pilkades lalu. Sedangkan si pria muda adalah tukang ojek yang mengantarnya dari ibukota kecamatan.
"Bang Kasno !"
Aku tersentak saat suara merdu nan manja memanggil dari teras. Berpegangan pada pagar, gadis itu tersenyum malu-malu polos.
Sarunai!
Rambutnya yang hitam lurus tergerai, bergoyang pelan tertiup angin. Kurasakan tubuhku panas dingin, saat matanya yang tajam menatap ke arahku.
"Bang Kasno, jangan melamun!"
"Eh, iya dek... Ada apa?"